REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Didi Purwadi dari Tanah Suci
Shalat Jumat bisa dilakukan di masjid manapun. Tapi, shalat jumat di Masjidil Haram tentu menghadirkan sensasi yang berbeda. Jumat, (12/8), kesempatan itu datang. Melesat dari markas Daerah Kerja (Daker) Makkah di kawasan Sysa, kami tiba di Masjidil Haram.
Tapi kami sebenarnya terbilang datang terlambat, kami tiba sekitar pukul 11-an. Kalau mau shalat jumat di lingkungan dalam Masjidil Haram, kata orang yang sudah berpengalaman, jamaah paling telat harus sudah tiba pukul 9-an. Apalagi sekarang sudah masuk musim haji.
Meski tiba terlambat, tetap saja jadi pengalaman yang luar biasa. Kami menuju Masjidil Haram lewat jalan Ziyad dengan berjalan kaki. Mobil-mobil sudah dilarang lewat sehingga orang-orang harus berjalan kaki.
Di pinggir jalan Ziyad menuju pelataran Masjidil Haram, wanita-wanita berkulit hitam menjajakan biji jagung untuk makanan bagi burung-burung yang berterbangan di sekitar Masjidil Haram. Ada juga yang mengemis sambil menggendong anaknya.
Mereka tiba-tiba saja berlonjak ketika seorang askar datang. Para wanita berkulit hitam itu langsung menyerbu si askar yang datang membagikan minuman kaleng gratis untuk jamaah Masjidil Haram. Beberapa jamaah ikut mengambil minuman kaleng gratis rasa jeruk tersebut.
Kami akhirnya tiba di Masjidil Haram dan mencoba masuk lewat Bab Malik Abdullah. Tapi sayang, kami datang terlambat. Para askar segera memasang pagar pembatas sambil menghalau jamaah bahwa ruangan di dalam sudah penuh.
Beberapa jamaah mencoba membujuk askar, lainnya terlihat beritegang dengan askar. Saya yang tidak memiliki kemampuan bahasa Arab, mencoba menggunakan bahasa isyarat dengan menunjuk ke arah dalam bahwa masih ada sedikit shaf yang masih kosong. Tapi, askar berkeras, ruangan sudah penuh.
Kami akhirnya bergerak ke sisi kanan Bab Malik Abdullah untuk mencoba masuk melalui pintu lainnya. Kami nyaris tidak bisa masuk. Di detik-detik terakhir ketika askar akan menarik pagar pembatas, kami berhasil menerobos masuk dengan berdesak-desakan dengan jamaah lain. Kami kurang beruntung. Ketika akan memasuki Masjidil Haram, askar dari arah dalam datang dan menghalau kami keluar karena ruangan di dalam sudah penuh.
Kami pun kembali keluar ke halaman Masjidil Haram. Harapan semakin tipis karena para askar mulai menariki pagar-pagar pembatas di sekitar halaman Masjidil Haram. Mungkin maksudnya untuk membatasi ruang lingkup pergerakan jamaah.
Kami mencoba ke sisi kiri pintu Bab Malik Abdullah. Hanya ada seorang petugas askar yang berjaga. Kami akhirnya bisa masuk karena memanfaatkan si askar yang kewalahan menangani kengototan jamaah untuk masuk ke dalam Masjidil Haram. Hawa sejuk air conditioner langsung menyambut kami. Beda dengan suhu udara di luar Masjidil Haram yang mencapai 43 derajat celcius.
Azan pertama berkumandang pukul 11.56 WAS. Beberapa jamaah berusaha mengisi waktu dengan berzikir sambil menunggu waktu azan kedua dikumandangkan pukul 12.27 WAS. Tapi, karena mungkin suhu ruangannya dingin-sejuk dan harus menunggu satu setengah jam sebelum azan kedua dikumandangkan, ada juga jamaah yang tertidur.
Khatib membacakan khutbah jumat pukul 12,30. Menurut seorang teman, isi ceramahnya berkisah tentang masalah iman kepada malaikat. Khatib menyebut mempercayai keberadaan malaikat merupakan bagian dari pokok agama.
Shalat jumat pertamaku di Masjidil Haram akhirnya dimulai. Meski tidak bisa melihat langsung Ka’bah, pengalaman pertama selalu saja menggoda. Mudah-mudahan lain waktu bisa shalat jumat persis di depan Ka’bah. Amin.