Selasa 13 Sep 2016 05:17 WIB

Kesigapan Saudi dan Keselamatan Jamaah

Jamaah haji dari berbagai negara menyemut di Masjid Namira di Padang Arafah, Ahad pagi (11/9).
Foto: FAZRY ISMAIL/EPA
Jamaah haji dari berbagai negara menyemut di Masjid Namira di Padang Arafah, Ahad pagi (11/9).

REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Hampir dua juta anggota jemaah haji melempar jumrah yang melambangkan melempari setan, Senin (12/9). Hal itu bagian paling berisiko dalam jamaah haji tahunan, setahun setelah bencana ritual terburuk dalam satu dasawarsa.

Arab Saudi, yang mempertaruhkan reputasinya dalam menyelenggarakan perkumpulan umat Islam tahunan terbesar di dunia, mengerahkan ribuan pasukan keamanan, staf pertahanan sipil, dan tenaga sukarelawan, demikian pula teknologi modern termasuk pesawat tanpa awak dan gelang elektronik untuk manjamin keselamatan jemaah.

Tahun lalu, Arab Saudi menyebutkan bahwa hampir 800 anggota jamaah tewas saat dua rombongan besar datang bersamaan di terowongan Mina, beberapa kilometer di sebelah timur Mekkah, dalam perjalanan melakukan ritual lempar batu di Jamarat.

Berdasarkan hitungan beberapa negara jenazah dipulangkan lebih dari 2.000 orang, lebih dari 400 dari mereka warga Iran. Pihak berwenang Arab Saudi menyatakan bahwa sekitar 1,86 juta umat Islam dari penjuru dunia menjalankan ibadah di tanah suci, salah satu dari rukun Islam yang diwajibkan bagi setiap Muslim berbadan sehat dalam setahun sekali.

Jumlah itu jauh lebih sedikit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya saat lebih dari tiga juta anggota jemaah haji berkumpul. Pihak berwenang menyatakan kekacauan yang disebabkan oleh pekerjaan perluasan dan proyek infrastruktur di Mekkah bercampur dengan konflik di wilayah itu untuk membatasi jumlah jemaah.

Di bawah pengawasan yang ketat dari pemerintah Arab Saudi, jemaah berpakaian putih bersih, berkumpul di Jamarat membawa kerikil untuk melakukan ritual dari jembatan tiga lantai yang dibangun untuk mengurangi kemacetan.

Beberapa tahun sebelumnya, jamaah berdesak-desakan untuk melempar jumrah sebelum kembali shalat di Masjidil Haram dan memengaruhi ibadah haji. "Tahun ini, mereka terorgansisasi sehingga situasi lebih baik," kata Abdurrahman Badr, seorang jemaah asal Mesir.

"Saya merasa senang bisa melakukan ritual haji," katanya menambahkan.

Namun anggota jamaah lainnya berusia 60 tahun yang menyebut dirinya Mohammed menilai banyak pekerjaan yang diperlukan, terutama untuk memastikan kenyamanan jemaah yang lebih tua.

Khutbah Ulama

Raja Salman di Mina, Senin, pada hari pertama perayaan Idul Adha, mengawasi pelaksanaan dari rencana tersebut untuk menghindari kekacauan yang berpotensi menimbulkan kematian. Pada Ahad, jamaah melakukan ibadah di Bukit Arafah sebagai puncak riual haji. Sebelum berangkat ke Bukit Arafah kembali ke Mina, mereka bergabung dengan beberapa pejabat Arab Saudi dalam ibadah di Masjid Namira, lokasi khutbah terakhir yang disampikan Nabi Muhammad SAW 14 abad yang lalu.

Namun, untuk yang pertama kalinya dalam 35 tahun lebih mufti besar dan ulama terkemuka di negara tersebut, Syeikh Abdul Aziz As Syeikh, tidak memberikan khutbah utama. Sebagai gantinya, media Arab Saudi menyatakan bahwa imam dan khotib masjid besar di Mekkah itu, Syeikh Abdur Rahman As Sudais memberikan khutbah.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement