Kamis 29 Dec 2016 11:29 WIB

Kepastian Keberangkatan Haji Seharusnya Bisa Lebih Dipercepat

Jamaah haji yang tergabung dalam kelompok terbang (kloter) pertama tiba di Bandara Internasional Juanda Surabaya di Sidoarjo, Jawa Timur, Minggu (18/9).
Foto: Antara/Umarul Faruq
Jamaah haji yang tergabung dalam kelompok terbang (kloter) pertama tiba di Bandara Internasional Juanda Surabaya di Sidoarjo, Jawa Timur, Minggu (18/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher Parasong mengatakan sudah saatnya terjadi perubahan yang revolusioner dalam penataan dan pelayaan kepada para jamaah haji Indonesia. Salah satunya adalah soal kepastian keberangkatan yang seharusnya sudah dapat dipastikan enam bulan sebelum waktu keberangkatan.

''Idealnya enam bulan sebelum hari 'h', semua soal yang terkait keberangkatan jamaah haji sudah bisa diselesaikan. Saat itu jamaah sudah tahu bahwa dia pasti dapat berangkat berhaji. Saat itu pula, mereka pun sudah bisa bayar pelunasan BPIH. Visa dan paspor sudah diurus. Dengan demikian, taregtnya, sebelum bulan Ramadhan tiba semua jamaah sudah terlepas dari beban teknis keberangkatan. Di bulan itulah mereka sudah total bersiap untuk menunaikan ibadah haji,'' kata Ali Taher Ramadhan, kepada Republika.co.id, (29/12).

Ali menegaskan, selama ini sampai menjelang hari 'h' keberangkatan, acapkali jamaah haji masih direpotkan dengan persoalan teknis. Bahkanm kerapkali masih ada kasus yang akhirnya urung berangkat karena terkendala soal visa. Padahal visa sebenarnya bisa juga diselesaikan jauh-jauh hari sebelum bulan Ramadhan tiba.

''Ini karena urutan atau nomor porsi keberangkatan haji sudah jelas. Jadi siapa dan kapan, bahkan hingga detil kloter mana yang akan mereka tumpangi, sudah bisa ditentukanjauh-jauh hari. Manajemen haji harus terus diperbaiki terutama untuk meminimalkan munculnya persoalan klasik. Seolah selama ini masih terkesan mengikuti pomeo: tiba smasa  tiba akal. Inilah yang harus terus diperbaiki,'' ujarnya.

Menyinggung mengenai landasan pemikiran bahwa minimal semua soal teknis keberangkatan jamaah haji harus sudah diselesaikan enam bulan sebelum waktu keberangkatan, Ali Taher mengatakan ini mengacu pada penyelenggaraan jamaah haji di zaman dulu. Bahkan, saat itu seluruh zaman sudah datang ke Makkah pada bulan Ramadhan. Selama waktu itu mereka pun belajar dengan para ulama-ulama yang ada di Makkah.

''Waktu enam bulan itu adalah proses. Dan kepastian dan soal teknis keberangjatan harus sudah selesai sebelum bulan Ramadhan tiba. Jadi bedanya, karena dahulu pergi haji dengan memakai tranportasi laut maka jamaah pun sudah tinggal di Makkah sebelum Ramdahan tiba untuk mempersiapkan diri. Maka kini pun kami ingin bila jamaah haji sudah secara penuh juga mempersiapkan ibadah hajinya di bulan Ramadhan meski saat itu mereka masih berada di tanah air. Harapannya, selama masa itu para jamaah pun bisa memperdalam manasik dan pengetahuan agamanya secara lebih khusus dan serius,'' kata Ali Taher.

Kesempatan memberikan waktu yang cukup bagi jamaah haji untuk mempersiapkan diri, lanjut Ali Taher terasa urgen artinya. Sebab, semua pihak memang ingin agar di dalam menjalankan ibadahnya dan sepulangnya dari tanah air, sosok mereka harus bisa menjadi seorang muslim paripurna dan mendapat status sebagai haji yang mabrur.

''Kami ingin agar jamaah haji menjadi sosok yang benar-benar mumpuni serta mampu menjadi teladan masyarakat. Bila para haji di zaman dulu hal ini sudah bisa membuktikannya, maka di zaman sekarang hal itu juga harus dapat diwujudkan. Sebab, dengan banyaknya jumlah jamaah haji maka diharapkan kondisi negara ini pun semakin hari semakin membaik. Ibadah haji akan menjadi sarat makna atau tidak hanya bernuansa ritual kesalehan pribadi belaka,'' tegas Ali Taher.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement