IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia menilai pemanfaatan dana haji diperbolehkan asal memenuhi syarat yang ditentukan.
Sekretaris Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Ni'am Sholeh menyatakan, meski yang memiliki otoritas terhadap dana haji adalah para jamaah, tapi untuk kemaslahatan, dana tersebut ditasyarufkan untuk kepentingan produktif. Kemudian kata Asrorun, ada empat persyaratan yang harus dipenuhi untuk mengelola dana haji.
"Syarat pertama, kepentingan investasi itu harus memenuhi kaidah-kaidah syariah, memenuhi prinsip-prinsip kepatuhan syariah," jelas Asrorun, saat menjadi pembicara pada diskusi dengan tema 'Investasi Infrastruktur Bertentangan dengan UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji?' di Media Center Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (31/8).
Kemudian untuk syarat kedua, lanjut Asrorun, ada nilai kemanfaatan yang kemudian dana tersebut kembali kepada calon jamaah haji. Syarat ketiga instrumen keuangan atau jenis investasi harus dipastikan aman dan rendah risiko, sekalipun dengan return yang rendah.
"Jangan hanya karena ingin mengejar return yang tinggi kemudian spekulasinya tinggi. Itu tidak diperkenankan. Prinsipnya itu harus aman," tegasnya
Syarat terakhir, kata Asrorun, yaitu likuiditas. Ini karena dana tersebut ditujukan untuk kepentingan penyelenggaraan ibadah haji. Menurutnya, secara operasional dana haji harus dikaji visibilitasnya. Dikarenakan pembiayaannya diambil dari dana haji bukan dari dana APBN.
Maka dengan dengan demikian sebenarnya posisi Badan Pengola Keuangan Haji (BPKH) itu harus mampu mengelola dana haji. "Yaitu para jamaah yang dana tersebut," tuturnya.