Jumat 04 Aug 2017 14:05 WIB

Haji Makbul, Mardud, dan Mabrur

Sejumlah jamaah haji tengah memanjatkan doa dan dzikir saat wukuf di Arafah, Ahad (11/9). (Republika/ Amin Madani)
Foto: Republika/ Amin Madani
Sejumlah jamaah haji tengah memanjatkan doa dan dzikir saat wukuf di Arafah, Ahad (11/9). (Republika/ Amin Madani)

IHRAM.CO.ID, BOGOR – Tiap tahun jutaan orang dari seluruh penjuru dunia pergi ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji. Namun, belum tentu semua jamaah itu diterima hajinya. “Tingkatan orang yang berhaji itu ada yang makbul, ada yang mardud, dan ada yang mabrur,” kata Ustaz Taufiqurrohman SQ kepada Republika.co.id, seusai mengisi pengajian guru dan karyawan Sekolah Bosowa Bina Insani (SBBI) di Masjid Bosowa Bina Insani Bogor, Jawa Barat, Jumat (4/8).

Haji yang maqbul, kata Taufiqurrohman,  sekadar menggugurkan kewajiban. “Pulang dari haji, tidak ada bekasnya,” ujarnya.

Yang kedua, mardud, hajinya ditolak. “Karena saat  momentum wukuf di Padang Arafah, ia tidak hadir  di sana. Hajinya tidak sah, dan ia harus mengulanginya lagi,” tuturnya.

Yang ketiga, haji mabrur. “Mabrur ini, sesuai janji Nabi dalam salah satu haditsnya, haji yang mabrur tiada balasan kecuali surga,” kata Taufiqurrohman.

Bagaimana kriteria haji mabrur itu? “Pertama, betul-betul luruskan niat karena Allah,” tegas Taufiqurrohman.

Ia lalu mengisahkan Imam Ali Zainal Abidin ketika sedang berada di Makkah, di pelataran Ka’bah, lantas muridnya datang menghampiri beliau dengan penuh bahagia, dan mengatakan, “Syiar Islam luar biasa. Yang datang berhaji sangat banyak.”

Namun Imam Ali Zainal Abidin tidak menunjukkan wajah bahagia. Ia malah meneteskan air mata.  Muridnya bertanya, “Kenapa guru menangis?” Ia menjawab, “Aku bersedih.” “Kenapa bersedih?’ tanya muridnya lagi. “Karena yang hampir aku lihat, Allah perlihatkan di hadapan mataku, hampir seluruh jamaah haji tersebut berkepala binatang.”

Muridnya penasaran dan bertanya, “Sebab apa, Tuan Guru?”  “Pertama, mereka pergi menunaikan haji dan umrah bukan karena Allah. Kedua, mereka berangkat haji dan  umrah, namun ongkos yang mereka pakai ‘spanyol’ alias separoh nyolong. Misalnya dari hasil korupsi,” jawab Imam Ali Zainal Abidin.

Karena itulah, kata Taufiqurrohman, orang yang ingin meraih haji mabrur, pertama-tama harus meluruskan niat haji betul-betul hanya karena Allah. Tidak ada niat lain sedikitpun.

Kedua, sepulang dari melaksanakan ibadah haji atau umrah,  bekas-bekasnya harus tampak dalam kehidupan sehari-hari. “Makin rajin menuntut ilmu atau mengikuti pengajian. Ibadahnya makin rajin, terutama shalat fardhu berjamaah di masjid," ujarnya.

Selain itu, terkait Rezeki, betul-betul dan sungguh-sungguh hanya mencari yang halal. Selanjutnya, sabar dalam beribadah atau ketaatan,  menjauhkan diri dari kemaksiatan, serta  sabar dalam menghadapi musibah. "Tidak kalah pentingnya, selalu bersyukur atas apa pun nikmat yang Allah berikan,” papar Ustaz Taufiqurrohman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement