Kamis 10 Aug 2017 08:06 WIB

Kiswah, Lambang Kekhalifahan dari Mesir Hingga Mataram

Kiswah Ka'bah mulai Selasa kemarin (8/9) disingkap ke atas. Pihak pengelola Masjidil Haram menyatakan kain kiswah disingkap untuk menghindari aksi perusakan kiswah.
Foto:
Jamaah memfoto potongan kiswah yang terpajang di Masjid Istiqlal.

Setelah kiswah diganti, maka kiswah yang lama dipotong-potong menjadi beberapa bagian kecil. Lazimnya oleh pihak kerajaan Arab Saudi potongan kain kiswah ini dibagi-bagikan sebagai suvenir kepada berbagai orang dan para pejabat Muslim asing yang datang berkunjung ke negaranya.

Pada sekitar tahun 1620-an utusan Raja Mataram (Raja Banten juga)  pun telah sempat menerima potongan kiswah sebagai tanda mata. Pemberian itu diberikan penguasa atau 'Syarif Makkah' sebagai tanda persetujuan memberikan gelar 'Sultan' kepada Raja Jawa itu. Raden Mas Rangsang misalnya, ketika naik tahta kemudian berganti nama dengan menyandang gelar: Sultan Agung. Gelar ’Sultan’ yang didapatnya dari penguasa Makkah itu untuk menggantikan kebiasaan pemberian nama gelar raja peninggalan Majapahit yang lazim memakai sebutan Sunan atau Susuhan.

Selain itu, kebiasaan memotong dan membagikan kain kiswah itu sebenarnya juga mengacu pada tindakan yang dahulu dilakukan Umar bin Khatab. Kala itu, Umar juga selalu membagikannya kepada para jamaah. Oleh para jamaah haji, potongan kiswah ini mereka pakai sebagai kain pelindung kepala dari teriknya matahari yang menyengat kota Makkah. Sedangkan mengenai biaya pembuatan kiswah pada era Kerajaan Arab Saudi sekarang ini harganya telah mencapai 17 juta SR (Saudi Real).Kiswah juga telah dibuat di negara itu, bukan lagi didatangkan dari Kairo atau Yaman.

Namun, meski zaman terus berganti, Antusiasme mendapat potongan kiswah juga tetap terjadi hingga sekarang. Bahkan, bila diperhatikan dengan seksama, di luar bulan haji selalu  tampak pemandangan yang memperlihatkan robek-robeknya kain kiswah Ka'bah, terutama di bagian bawah. Ini karena banyak jamaah umrah yang nekad atau iseng mencuil kain kiswah dengan menggunakan silet dan gunting. Nur Jannah, seorang  jamaah umrah asal Makassar berapa waktu lalu dibekuk penjaga keamanan Masjidil Haram saat tawaf sembari menggunting kiswah.

Tindakan ngawur ini ternyata ada  penyebabnya. Salah satunya, di Jawa misalnya, potongan kecil kain kiswah ternyata dianggap punya 'nilai' atau 'khasiat'  tersendiri sehingg banyak diperjual-belikan. Katanya, kain kiswah itu manjur bilai dipakai sebagai 'rajah' untuk ilmu kekebalan, pesugihan, hingga pengasihan!

Bahkan, saking pentingnya kain Ksiwah salah satu bendera Kraton Mataram Yogyakarta ada yang terbuat dari kain penutup Kabah: Bendera Tunggul Wurung.  Hal itu diceritakan Sultan, sekitar dua tahun silam di depan Konggres Umat Islam di Yogyakarta,:

Sultan mengatakan, pada 1479, Sultan Turki mengukuhkan R Patah (sultan Demak pertama) sebagai Khalifatullah ing Tanah Jawa, perwakilan kekhalifahan Islam (Turki) untuk Tanah Jawa, dengan penyerahan bendera Laa ilaah illa Allah berwarna ungu kehitaman terbuat dari kain Kiswah Ka'bah, dan bendera bertuliskan Muhammadurrasulullah berwarna hijau. Duplikatnya tersimpan di Kraton Yogyakarta sebagai pusaka, penanda keabsahan Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat wakil Kekhalifahan Turki.

Pada masa sekarang, kain kiswah tetap menjadi perhatian umat Islam. Dalam kunjungan ke Indonesia Raja Salman Al-Saud menghadiahkan sepotong kain kiswah kepada pengelola Masjid Istiqlal. Dan pada sebuah kesempatan lain, ketika berjunjung ke Arab Saudi. Gubernur terpilih DKI Jakarta Anies Baswedan juga menerima potongan kain kiswah dari ulama Makkah.

Alhasil, meski cuma sepotong kain, ksiwah ternyata sangat berharga!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement