IHRAM.CO.ID, MAKKAH -- Setiap musim haji, Trisna Willy Lukman Hakim Saifuddin mengaku, sering mendapat pertanyaan tentang apakah dirinya ikut berhaji dan mendampingi suami? Bahkan, kadang pertanyaaannya menukik ke arah frekuensi tentang berapa kali dirinya ikut pergi haji semenjak suaminya, Lukman Hakim Saifudin, menjabat sebagai menteri yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan haji?
Akan hal ini, Trisna Willy punya caranya sendiri untuk memberi penjelasan tentang bagaimana sikap diri dan suaminya tentang urusan berangkat haji. Trisna Willy berbagi penjelasan dalam sebuah catatan ringan bertajuk “cerita pagi”.
Cerita Pagi..
Tahun ini gak ikut haji ya?
Enak ya jadi istri Menag tiap tahun bisa berangkat haji..
Sejak LHS jadi Menag udah berapa kali ikut haji?
Anak-anak gak diajak haji sama ayahnya?
Kenapa gak berangkat haji? Menag bertugas ke sana kan capek, istri harus dampingi dong, minimal pijetin suami kalo capek, halaaah...
Itulah aneka pertanyaan dan pernyataan dari teman dan kenalan (bahkan keluarga) setiap tahun kalau musim haji tiba.. dan masih banyak pertanyaan lain lagi
Pertanyaan yang sama setiap tahun hehehe
Mungkin perlu saya klarifikasi disini ini bahwa saya memang Tidak Pernah ikut berangkat haji ke tanah suci.
Sepele saja, karena saya gak bisa jawab pertanyaan dari Menag : Kalau kamu berangkat, berangkat sebagai apa?
Yang berangkat ke tanah suci saat musim haji hanya Jamaah dan Petugas.
Dan kamu gak masuk dua kriteria itu, katanya ????
Sebagai Pendamping? Jawab saya sambil cari celah (namanya juga usaha ya hahaha).
Jawabannya telak : Amirul hajj sudah didampingi sama Wakil2 Amirul hajj, mereka perwakilan dari Ormas2 Islam.
Dan di dalam aturan juga tidak tertulis ada istri sebagai pendamping.
Saya tanya lagi, kalau tugas ke LN seandainya istri ikut (sesuai tupoksi) dan bayar tiket sendiri kenapa dibolehkan, sama saja kan?
Oooh bedaaaa...
Kalau ikut ke LN walau dengan biaya sendiri, tidak ada orang yang dirugikan..
Kalau kamu ikut berangkat haji, ada orang yang dirugikan, karena kamu sudah memakai 1 nomor porsi (kuota) yang seharusnya milik orang lain, dzolim itu... Waduuuuuh
Perlu diketahui jamaah haji yang mengantri itu banyak sekali, jutaan orang. Masa tunggupun cukup lama, mulai dari tahunan.. belasan tahun.. bahkan puluhan tahun..
Ada salah satu daerah di Sulsel yang masa tunggu haji-nya 42 tahun...
Amboiii lamanya, Semoga mereka yang antri berkesempatan untuk berangkat ke tanah suci.
Jadi itulah kenyataannya..
Kejadian yang sebenarnya..
Saya tidak berhaji karena bukan jamaah dan bukan petugas, seperti kata suami saya ????
Gak punya nomor porsi dan gak boleh mengambil hak orang lain..
Baiiiiiklaaah kalau begitu...
NB :
Amirul hajj, Wakil Amirul Hajj, Pejabat Kemenag yang bertugas, anggota dewan bertugas memantau haji, (yang saya tahu) sejak tahun 2014 tak satupun yang membawa pendamping/istri. Kebayang kan berapa nomor porsi (kuota) yang bisa diselamatkan buat jamaah? ????????