IHRAM.CO.ID, MAKKAH— Sebanyak 16.497 jamaah haji Indonesia akan melaksanakan tarwiyah pada 8 Dzulhijjah/30 Agustus, meski pemerintah tidak merekomendasikan dan memfasilitasi. Pada saat yang sama, sebagian jamaah ada yang bergerak menuju Mina untuk melakukan Tarwiyah. Kenapa tidak semua jamaah Indonesia melakukan Tarwiyah?
Sekretaris Komisi Fatwa MUI yang juga Anggota Amirul Hajj Dr. Asrorun Ni’am, Selasa (29/8), menjelaskan tarwiyah adalah menginap (mabit) di Mina pada 8 Dzulhijjah, sebelum wukuf di Padang Arafah.
Jamaah akan menunaikan shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya, dan Shubuh di Mina. Mereka tidak meninggalkan Mina sebelum terbit matahari di hari Arafah. Hukum melaksanakan Tarwiyah adalah sunah.
Namun, dia menegaskan wukuf adalah rukun haji. Karenanya, seluruh jamaah haji Indonesia harus dipastikan sudah berada di Arafah sebelum pelaksanaan wukuf (Zhuhur 9 Dzulhijjah).
Memobilisasi jamaah haji dalam jumlah besar (lebih dari 200ribu), membutuhkan waktu. Karenanya, Pemerintah mengambil kebijakan untuk langsung memberangkatkan jamaah haji Indonesia menuju Arafah untuk persiapan wukuf.
“Ini dilakukan demi kemaslahatan,” kata dia kepada wartawan Republika.co.id, Nashih Nashrullah, di Kantor Daker Makkah, Selasa(29). Pelaksanaan rukun hajinya, lebih diutamakan. Dari pada mengejar sunah, akan tetapi berpotensi mengganggu pelaksanaan rukun haji, yaitu wukuf.
Menurut dia, jika seluruh jamaah digerakkan ke Mina terlebih dahulu, dikhawatirkan saat pelaksanaan wukuf masih ada jamaah yang berada di luar Arafah.
Jadi, dia mengingatkan ini akan berpotensi menghilangkan kesempatan pelaksanaan rukun haji. ”Karena persoalan teknis pemberangkatan, jamaah masih di luar Arafah,” kata dia.