IHRAM.CO.ID, MADINAH -- Sesampainya Nabi Muhammad SAW di Kota Madinah setelah berhijrah dari Makkah, Rasulullah mendirikan Masjid Nabawi di tempar berhentinya unta beliau. Nabi pernah bersabda, "shalat di masjidku ini (Masjid Nabawi) lebih baik dari seribu shalat di tempat lain, kecuali Masjid Al Haram."
Tahukah Anda, Masjid Nabawi ternyata menyimpan sejumlah tempat istimewa di dalamnya? Dikutip dari Madinah Al Munawwarah: Sejarah dan Tempat-Tempat Istimewa, berikut ini lokasi khusus tersebut seperti dilaporkan Wartawan Republika.co.id, Hj Ani Nursalikah dari Madinah, Ahad (17/9).
1. Kamar Mulia dan Makam Suci
Kamar mulia adalah rumah yang ditempati Rasulullah bersama Ummul Mu'minin Aisyah binti Abu Bakar As Shiddiq. Kamar tersebut terletak di bagian tenggara dari Masjid Nabawi.
Rumah ini dibangun bersamaan dengan pembangunan Masjid Nabawi. Rumah dibangun dari tanah liat dan batu bata. Luasnya kira-kira mencapai 40 meter persegi yang terdiri atas satu bilik dan halaman kecil yang diberi pagar dari pelepah kurma dan ditutupi kain bulu.
Ia memiliki dua pintu. Salah satunya terbuka menghadap ke utara. Sedangkan lainnya terbuka menghadap ke arah Raudhah di bagian barat rumah.
Rasulullah wafat dan dimakamkan di kamar ini. Aisyah masih tinggal di sana selama sisa hidupnya.
Ketika ayahnya, Abu Bakar As Shiddiq wafat, beliau dimakamkan di belakang baginda Nabi dengan jarak satu dzira' (lengan), dan kepalanya sejajar pundak Rasul.
Dan ketika Umar bin Khattab wafat, dimakamkan pula di kamar tersebut, di belakang Abu Bakar sejarak satu lengan. Kepala Umar sejajar pundak Abu Bakar. Antara Aisyah dan makam terdapat tirai yang menjadi pembatas.
Lalu ketika Aisyah meninggal dunia, ia dimakamkan di Pemakaman Baqi'. Setelah itu, kamar tersebut tidak lagi dihuni.
Sepanjang sejarah, kamar tersebut menjadi perhatian para khalifah dan sultan. Pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz di Madinah (87-93 H/706-712 M), kamar dibangun ulang menggunakan batu, dan makam dikelilingi tembok yang memiliki lima sisi dengan bagian belakang berbentuk segitiga. Ketika zaman pemerintahan Nuruddin Zanki pada 557 H/1162 M, dibangun sekelilingnya pagar dari timah dan memiliki pondasi yang dalam.
Pada 668 H (1270 M), sultan dari Dinasti Mamalik bernama Al Zahir Baybrus membangun maqshurah (ruangan) dari kayu di sekitar kamar yang mulia. Ruangan itu mencakup rumah Aisyah, tembok segi lima yang mengelilinginya, sebagian areal Raudhah yang mulia dan juga rumah Fatimah. Ruangan tersebut tingginya sekitar 3,5 meter dan mempunyai tiga pintu.
Pada 694 H (1295 M), sultan dari Dinasti Mamalik bernama Zainuddin Katbaga meninggikan ruangan itu hingga mencapai atap. Pada 887 H (1482 M) dan setelah terjadinya kebakaran Masjid Nabawi, Sultan Qaitbay mengganti sisi kiblat ruangan dengan tembaga.
Sedangkan sisi-sisi lainnya dengan besi berwarna hijau, dan di atasnya tembaga bercelah-celah. Ruangan tersebut masih pada bentuknya hingga saat ini dan masih mendapat perhatian penguasa kerajaan Arab Saudi.
2. Raudhah yang Mulia
Raudhah adalah tempat yang terletak di antara rumah Rasulullah yang merupakan kamar Aisyah dan mimbar Nabi Muhammad SAW yang mulia. Dinamakan Raudhah sesuai dengan hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari, "Di antara rumahku dan mimbarku adalah salah satu taman dari taman-taman surga."
Luasnya sekitar 330 meter persegi. Dinding sisi barat ruangan Nabawi masuk bagian dalam Raudhah. Terdapat beberapa tempat istimewa di areal Raudhah dan di bagian ujungnya, di antaranya kamar Rasulullah yang mulia di bagian timur, mihrab Rasulullah di bagian tengah sisi Raudhah yang menghadap kiblat, dan posisi mimbar yang mulia di bagian baratnya.
Tersebar tiang-tiang dari batu di dalamnya. Sebagian tiang-tiang ini sudah terkenal. Bahkan terkait dengan beberapa kejadian yang tertulis di dalam buku-buku hadits dan sejarah. Ketika zaman Rasulullah, tiang-tiang tersebut terbuat dari batang kurma, di antaranya Tiang Aisyah, Tiang Wufud, Tiang Taubat, Tiang Mukhollaqoh, Tiang Sarir dan Tiang Mahras atau hars.
Raudhah dahulunya menjadi pusat perhatian para pemimpin kaum Muslimin dan masih akan berlanjut demikian. Sultan Utsmaniyyah yang bernama Salim melapisi setengah badan tiang-tiang tersebut dengan marmer putih bercampur merah.
Kemudian Sultan Abdul Majid dari Utsmaniyyah memperbarui tiang-tiang itu dan melapisinya lagi dengan marmer. Pada 1404 H (1994 M), Kerajaan Arab Saudi melapisinya dengan marmer putih istimewa yang berbeda dari tiang-tiang masjid lainnya dan melapisi lantainya dengan karpet mewah dengan hiasan lampu-lampu yang mahal di atasnya. (bersambung)