Sabtu 04 Nov 2017 07:20 WIB

Pergi Haji dari Prancis (2)

suasana puncak haji di Masjidil Haram
Foto:
Berfoto bersama dengan jamaah haji asal Maroko usai melempar jumrah.

Walaupun kita sedang berada di tanah suci, bukan berarti tidak ada pencuri dan kejahatan lainnya. Banyak terjadi pencurian terutama ketika di Mina, seperti saya contohnya kehilangan tas kecil yang berisi uang, kacamata dan beberapa dokumen di Mina. Hal pertama yang saya lakukan ketika kehilangan adalah melapor ke pimpinan group dan selanjutnya ke sekretariat tenda.

Jiwa kebersamaan teman-teman satu group sangat kuat, beberapa teman satu group membantu saya untuk melapor karena menggunakan bahasa arab. Akhirnya dompet saya berhasil ditemukan di sebuah kantor informasi di dekat tenda lengkap dengn semua dokumennya walaupun uang didalamnya telah ludes. Pada prinsipnya seseorang akan sangat takut melakukan pencurian di tanah suci karena ada hukuman potong tangan jika terbukti melakukan pencurian, jadi tas atau dompet sebagian besar akan dikembalikan dengan berbagai cara.

Setelah melakukan rangkaian kegiatan nomor 3-6, kemudian kami kembali ke kota Makkah dan menginap di hotel Swiss Al Maqam yang berada tepat di depan Masid Al-Haram. Di dalam hotel tersebut saya merasa seperti mendapat “hadiah” setelah beberapa hari tidur di lapangan terbuka, berpanas-panasan, berjalan kaki puluhan kilometer dan kini menikmati fasilitas hotel bintang 5 yang sejuk, kasur yang empuk, buffet makanan dengan menu yang lezat (seperti gambar dibawah) serta pemandangan langsung ke ka’bah dari jendela kamar.

Memang dari deal dengan agen kami hanya mendapatkan jatah makan pagi dan makan malam, sehingga pada jam makan siang saya dapat melakukan “wisata kuliner” di sekitar hotel yang juga memiliki akses langsung dengan perbelanjaan.

Menurut Kementerian Agama RI, tahun 2017 merupakan jumlah terbanyak jamaah haji Indonesia yaitu 2,1 juta orang atau 10% dari jamaah haji total. Saya bangga melihat rombongan haji dari Indonesia yang bergandengan tangan secara teratur melakukan tawaf dan sa’i, berdoa dengan suara lantang mengikuti kyainya sampai terdengar hingga langit-langit masjid.

Di satu sisi saya merasa terasing sebagai orang Indonesia dalam group negara lain, terlebih lagi terkendala masalah komunikasi. Tetapi di sisi lain saya juga memiliki banyak pengalaman dan lebih mandiri dalam beribadah sehingga saya dapat berdoa dengan khusyuk di dekat ka'bah sesuai dengan isi hati tanpa tergantung dengan teman satu group.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement