Jumat 03 Aug 2018 07:33 WIB

Evaluasi Besar Penyelenggara Umrah

Kemenag sedang menelusuri alasan 116 jamaah ilegal ada overstay di Tanah Suci

Petugas membantu jamaah haji Indonesia mengenakan pakaian ihram di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah, Senin (30/7).
Foto: Republika/Fitriyan Zamzami
Petugas membantu jamaah haji Indonesia mengenakan pakaian ihram di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah, Senin (30/7).

IHRAM.CO.ID, OLEH ERDY NASRUL/WARTAWAN REPUBLIKA dari Makkah

Sebanyak 116 jamaah haji ilegal yang dibekuk aparat Arab Saudi sudah dipulangkan ke Tanah Air secara bertahap. Mereka akan menjalani pemeriksaan lanjutan di Tanah Air untuk mengungkap permasalahan mereka yang melebihi masa tinggal di Tanah Suci.

Direktur Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag) Prof Dr Nizar Ali mengatakan pihaknya masih menunggu hasil rapat tentang kasus jamaah ilegal tersebut. “Sebagian dari mereka kan menggunakan visa umrah. Kita akan menelusuri siapa saja penyelenggara umrahnya. Nanti kita lacak,” ujarnya di Kantor Daerah Kerja (Daker) Makkah di Syisyah pada Rabu (3/8) malam.

Kemenag masih akan menelusuri penyebab mereka yang menggunakan visa umrah melebihi masa tinggal. Apakah berasal dari keinginan mereka sendiri, atau terorganisasi dari pihak penyelenggara ibadah umrah?

“Kalau penyelenggara umrah terlibat, memang sengaja mengarahkan mereka untuk overstay maka kami akan tindak,” kata Prof Dr Nizar Ali.

Kemenag sangat mungkin mencabut izin penyelenggara umrah yang memberangkatkan jamaah ilegal. Jika ini berasal dari kemauan jamaah sendiri, maka nanti akan dipertimbangkan. Biro perjalanan sangat mungkin mendapatkan teguran.

Namun, sebelum sampai ke pemberian sanksi, Kemenag ingin pembuktian yang sahih. Nizar menjelaskan yang paling sederhana adalah melihat laporan penyelenggara umrah. Berapa banyak jamaah yang mereka antar pergi ke Tanah Suci. Kemudian berapa yang pulang. Jika tidak sama, maka pihaknya akan mempertanyakan permasalahan itu. “Berangkat sepuluh orang, kok pulangnya sembilan. Satu lagi kemana?” ujarnya.

Penyelenggara umrah berkewajiban melaporkan perjalanan ibadah di Tanah Suci setelah sampai ke Tanah Air. Dirjen PHU menjelaskan setidaknya sepekan setelah ketibaan mereka harus segera memasukkan data ke sistem informasi pengawasan terpadu umrah dan haji khusus (sipatuh). Ini adalah layanan berbasis elektronik yang dikembangkan kemenag.

Kalau yang dilaporkan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan, kata Nizar, maka ada pemalsuan. Hal tersebut sudah masuk ranah pidana, sehingga pihaknya sangat mungkin menempuh jalur hukum dengan menggandeng Polri.

Istitha’ah diragukan

Dirjen PHU menyatakan jamaah ilegal diragukan kategori istitha’ahnya. Sangat tidak benar bila istitha’ah sebatas dipahami mampu berhaji secara fisik tapi dilakukan dengan cara tidak baik, seperti yang dilakukan 116 jamaah ilegal tadi.

Pemerintah selama ini menetapkan istitha’ah haji berkaitan dengan kesehatan dan kemampuan finansial melunasi biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH). Kasus 116 jamaah ilegal akan menjadi salah satu pembahasan evaluasi haji tahun ini antara Kemenag dan sejumlah pihak terkait, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berwenang mengeluarkan fatwa tentang istitha’ah.

Konsul Jenderal (Konjen) RI di Jeddah M Hery Saripudin menjelaskan kasus ini menjadi pembelajaran tentang pemahaman makna istitha’ah. Makna predikat tersebut harus disosialisasikan lebih lanjut. Jangan sampai hanya dipahami mampu secara fisik, sehat dan ekonomi. Namun, hal tersebut menjadi ranah pembahasan Kemenag dan MUI.

Selain itu, angka 116 jamaah ilegal belum final. Kemungkinan besar akan bertambah. “Saya mendapat laporan adalagi kasus yang sama. Dan permasalahan ini tak hanya dialami Indonesia. Ada juga jamaah ilegal dari negeri lain,” kata Hery.

Para jamaah ilegal itu menyalahi izin tinggal. Sebagian mereka menggunakan visa umrah, visa bekerja, dan visa mengunjungi keluarga. Rata-rata mereka masih berusia produktif, kelahiran 1970-an hingga 1990.

Konjen menengarai keberangkatan mereka ke Tanah Suci tidak berjalan sendiri. Ada pihak yang mengorganisasi keberadaan mereka, sehingga semuanya ditampung dalam satu tempat di Misfalah Makkah. Hery menjelaskan ada nama orang yang disebutkan di Tanah Air dan Saudi. “Ini menjadi ranah aparat penegak hukum,” katanya.

Tim perlindungan warga negara Indonesia menemukan kebanyakan mereka berasal dari Lombok Tengah dan Madura. Yang tidak disangka, kata Konjen, jamaah ilegal mengaku sudah siap dengan konsekuensi terburuk. Mereka dengan sengaja menyalahi izin tinggal. Sangat mungkin mereka ditangkap aparat setempat setelah puncak haji. Kemudian menjalani hukuman. “Untungnya mereka belum sampai melaksanakan haji, sehingga tidak dikenakan hukuman. Hanya deportasi,” kaya Hery.

Pihaknya mengimbau WNI untuk selalu menaati hukum. Manfaatnya bukan semata-mata untuk kemaslahatan diri sendiri, tapi juga bangsa. Di mana pun mereka berada harus menjaga nama baik negara

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement