Senin 06 Aug 2018 21:41 WIB

Kisah 'Mediator’ Wakaf Baitul Asyi

Pria tersebut sudah tinggal di Madinah sejak 1980.

Abu Madinah, seorang jamaah asal Embarkasi Aceh tiba di Bandara King Abdulaziz Jeddah, Senin (6/8). Ia mengklaim ikut memediasi hingga akhirnya jamaah Aceh saat ini bisa menerima biaya penggunaan Baitul Asyi.
Foto: Republika/Fitriyan Zamzami
Abu Madinah, seorang jamaah asal Embarkasi Aceh tiba di Bandara King Abdulaziz Jeddah, Senin (6/8). Ia mengklaim ikut memediasi hingga akhirnya jamaah Aceh saat ini bisa menerima biaya penggunaan Baitul Asyi.

IHRAM.CO.ID, Oleh: Fitriyan Zamzami dari Jeddah, Arab Saudi

JEDDAH -- Di antara rombongan Kloter 3 dari Embarkasi Aceh yang tiba di Bandara King Abdulaziz, Jeddah pada Senin (6/8), ada sebuah sosok yang mencolok. Tiba dengan kursi roda, ia masih mengenakan batik khas jamaah haji Indonesia dan berkaca mata hitam lebar.

Namanya di paspor, Muhammad Ismy bin Jasmy. Kendati demikian, orang-orang lebih mengenal pria berusia 64 tahun itu dengan nama Abu Madinah. Ketokohannya bisa nampak dari nama rombongan yang menyertainya. Bila yang lain sekadar diberi angka, punya dia khusus dipanggil Rombongan Abu Madinah.

Saat jamaah Aceh kloter satu dan dua tengah menerima hasil penggunaan Waqaf Baitul Asyi di Makkah, Abu Madinah punya ceritanya sendiri. “Dulu saya ikut memediasi pemberian wakaf tersebut,” kata dia bertutur sebelum berganti pakaian ihram.

Pria yang sudah tinggal di Madinah sejak 1980 itu mengenang, ia bersama mantan gubernur Aceh Abdullah Puteh dan mantan kepala Dinas Syariat Aceh Alyasa Abubakar menemui Syekh Abdurrani Asyi di Makkah pada 2002. Syekh Abdurrani saat itu adalah nazir alias pemangku amanah atas tanah wakaf yang diserahkan Habib Bugak, seorang ulama asal Aceh di Makkah pada 1880-an untuk digunakan sebagai lokasi tinggal jamaah asal kampung halamannya.

”Waktu itu Pak Abdullah Puteh ikut ONH Plus dan langsung kami jemput di hotelnya,” kata Abu Madinah di Bandara KAIA Jeddah.

Menurut dia, ia saat itu bertugas sebagai penerjemah seturut pengalamannya tinggal berpuluh-puluh tahun di Tanah Suci dan tugas sebagai penyuluh di Pemprov Aceh. Dari Syekh Abdurrani, kata Abu Madinah, mereka mendengar pembacaan surat penyerahan wakaf yang tertulis dalam bahasa Arab Kuno.

“Pak Gubernur saya minta langsung berpelukan dengan Syekh Abdurrani supaya nampak akrab,” kata Abu Madinah yang mendaku telah berhaji 33 kali itu menuturkan.

Dari situlah mediasi guna penyerahan hasil penggunaan tanah wakaf Aceh di Makkah kepada jamaah asal Aceh bergulir dan akhirnya disetujui dan terus dipraktikkan hingga kini. Menurut Abu Madinah, tanah wakaf itu ia inginkan dikelola investor Aceh.

Namun karena tak kunjung ada yang berminat, lokasi itu saat ini, ia dikelola investor Arab Saudi dan dijadikan hotel. Hasil dari penggunaan itu yang kemudian diserahkan pada jamaah haji dari Aceh.

Kisah Abu Madinah soal pertemuan dengan nazir Baitul Asyi pada 2002 sebelumnya telah diceritakan juga oleh Abdullah Puteh. Demikian juga dengan Alyasa Abubakar yang saat ini menjabat sebagai guru besar Universitas Arranniry, Banda Aceh.

Sementara Abu Madinah yang lahir di Aceh Besar itu, kemarin disambut langsung Kepala Daker Bandara PPIH Arab Saudi Arsyad Hidayat. “Ini sekadar upaya kita memastikan perlindungan terhadap WNI di Tanah Suci,” kata dia di Bandara Jeddah.

Ia mengatakan, Abu Madinah yang merupakan pengasuh Pesantren Babun Najah dan Babul Maghfirah di Aceh itu dapat perhatian khusus karena sempat terlibat masalah keimigrasian tahun lalu dan nyaris dideportasi. Ia sempat harus menginap dua hari di kantor imigrasi bandara.

“Kami ingin memastikan hal tersebut tak terjadi lagi," kata Arsyad.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement