Kamis 07 Feb 2019 19:57 WIB

Tak Bekukan Izin Tasheel, Himpuh Bakal Gugat BKPM

Sebenarnya masalahnya terang benderang, tinggal BKPM mau atau tidak.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Andi Nur Aminah
Jamaah umrah sedang menunggu antrean rekam biometrik di salah satu cabang VFS Tasheel, Blok M, Jakarta Selatan.
Foto: Republika/Muhammad Ikhwanuddin
Jamaah umrah sedang menunggu antrean rekam biometrik di salah satu cabang VFS Tasheel, Blok M, Jakarta Selatan.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Badaan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) kembali mengundang rapat lintas kementerian, Kamis (7/2). Meski sudah dua kali rapat digelar, belum ada pernyataan tegas BKPM akan membekukan izin Visa Facilitation Service (VFS) Tasheel Indonesia seperti yang telah dijanjikan BKPM saat RDP dengan Komisi II DPR pada Senin (21/1)  lalu.

Ketua Bidang Hukum Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) Budi Rianto mengatakan, alasan BKPM belum membekukan izin Tasheel, karena masih menunggu surat resmi dari Kementerian Agama. Surat yang dinanti itu terkait pernyataan bahwa VFS Tasheel melanggar ketentuan Perundang-undang di Indonesia.

Baca Juga

"BKPM menunggu satu informasi atau melihat di peraturan Kemenag ada tidak bahwa syarat dia menjadi provider itu belum diepenuhi oleh Tasheel," kata Budi Rianto saat ditemui Republika.co.id setelah rapat di Kantor BKPM, Kamis (7/1).

Budi Rianto mengatakan, syarat atau aturan Tasheel menjadi provider visa itu, diatur dalam Pasal 64 Undang-Undang No 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah dan Peraturan Menteri Agama No 8 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah. Dan sampai saat ini, kedua aturan itu tidak dipenuhi oleh Tasheel, sehingga perusahaan ini tidak boleh melakukan rekam biomterik di Indonesia. Karena izin VFS Tasheel adalah Biro Perjalanan Wisata (BPW).

"Jadi sebenarnya masalahnya terang benderang, tinggal BKPM mau atau tidak. Kalau dia tidak berani kita akan ajukan ke PTUN," katanya.

Budi menuturkan, dari hasil rapat dengan lintas kementerian sudah dapat benang merahnya, bahwa Tasheel telah melakukan pelanggaran terhadap UU Haji dan Umrah terkait dengan oprasionalnya mengurus visa atau syarat visa. "Yang mana itu harus menjadi PPIU dan sementara Tasheel baru izin BPW jadi tidak punya hak untuk mengurus itu dan itu pidananya empat tahun, dendanya cukup besar yakni Rp 5 miliar," katanya.

Budi meminta, supaya tidak terjadi polemik berkepanjangan di masyarakat umrah, BPKM mesti segera menunda operasional Tasheel. Penundaan itu sampai Tasheel memenuhi syarat peraturan perundang-undanan di Indonesia. Jadi kata Budi, tidak ada hubungannya dengan Pemerintah Arab Saudi bahwa Tasheel melakukan rekam biometrik merupakan mandat dari Saudi.

“Kalau Tasheel  melanggar dan menabrak Undang-Undang Haji dan Umrah harus dibekukan oprasionalnya. Karena yang punya kewenangan BKPM melakukan penundaan terhadap VFS Tasheel,” katanya.

Budi mengatakan, dari hasil rapat, dipastikan, bahwa BKPM tidak mengetahui tentang bagaimana mekanisme untuk mengurus provider visa itu diatur dalam Undang-Undang No 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah dan Peraturan Menteri Agama No 8 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah dan turunnya. “Biometrik ini kan bagian pengurusan visa. Dan untuk mengurusi visa umrah itu ada aturan di Kemenag dan BKPM tidak tahu. Bahwa Tasheel tidak memenuhi itu dan sekarang sudah dikasih tahu, Tasheel belum memenuhi persyaratan sebagai provider visa karena itu berhentikan prosesnya,” katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement