IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- DPR meminta pemerintah meninjau kembali Keputusan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah nomor 131 tahun 2019 tentang Pedoman Pengisian Kelompok Terbang Berbasis Zonasi/Wilayah bagi Jamaah Haji Reguler. Pernyataan ini disampaikan Ketua Komisi VIII DPR Ali Taher dalam Kunjungan Kerja Spesifik di Kantor Kemenag Kabupaten Tangerang.
“Sistem zonasi ini akan mengalami kendala-kendala teknis. Terutama memecahkan jamaah dari kelompok pembimbing jemaah haji,” kata Ali Taher dalam keterangan yang didapat Republika, Senin (20/5).
Dalam pertemuan yang dihadiri jajaran Pemda Kabupaten Tangerang, Kankemenag Kabupaten Tangerang, serta Pimpinan KBIH se-Kabupaten Tangerang ini, Ali Taher menuturkan ia telah memperoleh beberapa informasi terkait kendala yang mungkin dihadapi jika penyusunan kloter didasarkan pada zonasi atau wilayah.
Permasalahan pertama terkait jamaah yang menjadi terpecah. Masalah kedua adalah kesulitan komunikasi, dan ketiga adanya kerumitan dalam melakukan koordinasi yang juga menimbulkan kesulitan tersendiri bagi jamaah.
Ali pun menyampaikan ia akan melakukan koordinasi dengan pemerintah agar peraturan tersebut dapat ditinjau kembali penerapannya. Peraturan itu menurutnya dibuat dengan tujuan untuk memudahkan koordinasi, tapi ternyata bagi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) hal itu malah menyulitkan karena jamaah jadi tersebar.
"Belum lagi koordinasi di Haram dengan jutaan jamaah, mengumpulkan di satu titik bukan perkara mudah. DPR akan lakukan pertemuan lagi dengan Kementerian Agama,” tuturnya.
Permasalahan ini kemudian disebut menimbulkan peningkatan biaya untuk melakukan koordinasi. Ia pun menyebut akan melakukan evaluasi dan revisi atas peraturan tersebut agar tidak diberlakukan tahun ini.
Sebelumnya Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Nizar Ali menyampaikan Kemenag tahun ini menerapkan kebijakan penyusunan kloter murni berbasis wilayah untuk lebih memberdayakan Kantor Urusan Agama (KUA) dalam pelaksanaan bimbingan manasik.
“Dengan basis wilayah, maka lokasi pembinaan manasik jamaah lebih dekat dengan KUA tempat tinggalnya, atau tidak lintas Kabupaten/Kota,” ucap Nizar.
Nizar juga memastikan saat di tanah suci, KBIH tetap dapat melayani seluruh jamaahnya. Bahkan, menurutnya KBIH akan lebih mudah melayani jamaah sebab penempatannya dipastikan berada dalam satu zona di Makkah. Sementara di Madinah, jamaah berada di wilayah Markaziyah yang radiusnya dekat dengan Masjid Nabawi.
“Penyusunan kloter berbasis wilayah juga akan memberikan kemudahan KBIH dalam berkoordinasi. Juga mengatasi kendala bahasa, dan menu kedaerahan,” lanjutnya.