REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 1113 baru saja mendarat di Bandar Udara Amir Muhammad bin Abdul Aziz, Madinah, Selasa (16/7) pukul 11.00 waktu Arab Saudi (WAS). Sebanyak 455 orang jamaah dan petugas haji pun turun dari dalam pesawat. Mereka lantas memasuki terminal bandara, lalu bagian keimigrasian, hingga akhirnya keluar dari kompleks bandara dengan menumpangi bus yang telah siap sedia. Rombongan menuju ke pemondokan.
Ada sejumlah jamaah dari rombongan Kelompok Terbang (Kloter) 13 Makassar (UPG) itu yang tampak menggunakan kursi roda. Dua di antaranya adalah pasangan suami-istri. Mereka adalah Mahmud Sopamena (87 tahun) dan istrinya, Kalsum Litiloli alias Nenek Cum (75 tahun). Pasangan tersebut berasal dari Desa Kulu, Pulau Saparua, Provinsi Maluku.
Belum lama keluar dari pesawat terbang, Kakek Mahmud tiba-tiba berteriak begitu didekati para petugas tim gerak cepat (TGC) PPIH Arab Saudi. Tim ini hendak membantu sang kakek, yakni mengiringinya dengan kursi roda untuk masuk ke dalam bus.
Ternyata, Kakek Mahmud berteriak lantaran salah paham. Dia tidak bisa terima bila istrinya dibawa oleh orang lain. Dia keukeuh tak mau dipisahkan dari Nenek Cum.
“Pokoknya harus ada Nenek Cum di sampingnya. Harus menggandeng Nenek Cum,” tutur Ketua Kloter UPG 13, Jusman Rivai Rura, Rabu (17/7).
Kakek Mahmud agaknya tak begitu peduli dengan orang-orang di sekitar. Ia hanya ingin Nenek Cum selalu berada di dekatnya. Berdua saja.
Ia tampak memegang erat tangan istrinya. Saat petugas mencoba memisahkan, Kakek Mahmud lantas mengomel. Petugas pun akhirnya mengalah. Keduanya dibiarkan selalu berdekatan, di atas kursi roda masing-masing, bersama-sama.
Saat keduanya dipertemukan, barulah reda rona amarah Kakek Mahmud. Dia memegang erat tangan istrinya, sambil sesekali mengelus-elus kepalanya.
Kemudian, petugas haji mendorong kursi roda keduanya ke arah keluar bandara. Beberapa saat ketika didorong, Mahmud sempat terlihat sebal dan meminta tangan petugas untuk tidak memegang kursi roda yang dipakai istrinya.
“Ada rasa cemburu. Kakek (Mahmud, Red) tidak mau kita petugas mendekati Nenek Cum,” ujar Jusman.
Dengan telaten dan ramah, para petugas berusaha menenangkan kembali Mahmud. Sampai akhirnya, dia tidak gusar lagi ketika melihat istrinya didorong orang lain.
Saat di dalam bus, Jusman mengatakan, Kakek Mahmud tampak tenang. Sebab, Nenek Cum selalu ada di dekatnya. Ia tampak bahagia. Namun, ketenangan ini ternyata hanya sementara. Setibanya di Hotel Diyar Al-Amal Madinah, "drama" berlanjut.
Kakek Mahmud bersikeras agar Nenek Cum dapat tidur sekamar dengannya. Ia tak peduli, walau di dalam ada orang lain yang bukan mahram.
Sesuai ketentuan, jamaah perempuan dan laki-laki mesti menempati kamar yang terpisah. Karena itu, Kakek Mahmud dan Nenek Cum diharuskan tidur berbeda kamar.
Namun, sang kakek tidak bersedia. Ia ingin menabrak aturan yang sudah ditetapkan. Kakek Mahmud tidak mau aturan memisahkannya dengan istri tercinta.
“Pokoknya beliau minta ditempatkan dalam satu kamar. Bahkan, minta satu ranjang dengan Nenek Cum,” jelas Jusman.
Akhirnya petugas menuruti permintaan Kakek Mahmud. Saat ini Mahmud bersama Nenek Cum tinggal berdua sekamar di Hotel Diyar Al Amar. Jusman mengatakan kamar tersebut berisi lima ranjang. Nenek Cum menjadi satu-satunya jamaah perempuan di dalam kamar tersebut. Seorang jamaah terpaksa mengalah demi kehadiran Nenek Cum di kamar yang sama dengan Kakek Mahmud.