IHRAM.CO.ID, Oleh Muhammad Hafil dari Makkah, Arab Saudi
ARAFAH -- Jamaah haji Indonesia yang sudah tiba di Arafah, Jumat (9/8), mendapatkan siraman rohani dari sejumlah ulama. Siraman rohani ini dilakukan setelah mereka melaksanakan shalat Maghrib dan Isya yang dilakukan secara jamak takdim qasar.
Salah satunya di tenda yang dijadikan masjid di Maktab 9. Adalah KH Musthofa Aqil Siroj, pengasuh Pondok Pesantren KHAS Kempek, Gempol, Cirebon yang memberi ceramah di maktab yang didiami oleh sebagian jamaah dari embarkasi Lombok.
Dalam ceramahnya, Kiai Musthofa menerangkan soal keutamaan Makkah dan haji. Dia menceritakan sebuah riwayat di mana ada seorang sahabat nabi yang pamit ke Rasulullah untuk bepergian ke Yaman.
Sahabat tersebut meminta doa kepada nabi dan nabi pun mendoakan keselamatan untuknya. Tetapi, ketika Umar bin Khattab di suatu waktu berpamitan untuk umrah ke Makkah kepada nabi, justru nabi yang meminta Umar untuk mendokannya.
"Nabi justru merangkul Syaidina Umar dan berkata wahai Umar jangan lupa doakan saya," kata Kiai Musthofa.
Menurut Kiai Musthofa, dua kisah ini 180 derajat berbeda. Karena, ada orang ke Yaman yang lebih jauh dari Madinah tetapi nabi yang mendoakan sebaliknya ada orang ke Makkah justru nabi yang minta didoakan.
Selanjutnya, Kiai Musthofa menjelaskan soal keutamaan haji. Menurut dia, dalam Al quran hanya haji yang ayatnya diapit dua lillah.
"Ayat tentang haji diawali lillah dan diakhiri lillah. Di depan bunyinya karena Allah hajilah dan di belakang hajilah karena Allah," kata Kiai Musthofa.
Menurut Kiai Musthofa, haji adalah amal yang tidak bisa dipikirkan sebab dan tujuannya apa. "Semuanya lillah karena Allah," kata Kiai Musthafa.
Contoh, tentang amalan melempar jumrah. Di mana, orang datang ke Mina tapi disuruh melempar sumur.
"Ini kan yang dilempar sumur, lah ini semua lillah karena Allah," kata Kiai Musthafa.
Kemudian, haji juga sebagai tapak tilas Nabi Ibrahim. Bahkan, dalam Alquran disebutkan ikutilah Nabi Ibrahim.
Ini menurut Kiai Musthofa karena Nabi Ibrahim bisa melakukan amalanya dengan lillah. Sehingga, perilakunya pun dijadikan syariar oleh Allah.
"Tak ada yang mampu ketika hamba disuruh Allah mau menyembelih anaknya," kata Kiai Musthofa.