Selasa 04 Feb 2020 10:05 WIB

Kemenag Diminta Satukan Asosiasi Umrah dan Haji Khusus

Asosiasi umrah dan haji khusus diharap satu suara sampaikan aspirasi kebijakan Saudi.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Ani Nursalikah
Kemenag Diminta Satukan Asosiasi Umrah dan Haji Khusus. Tampak kamar untuk jamaah haji khusus yang mendapatkan fasilitas lebih baik dibandingkan jamaah haji reguler karena biaya haji yang mereka bayarkan lebih besar.
Foto: Republika/Syahruddin El-Fikri
Kemenag Diminta Satukan Asosiasi Umrah dan Haji Khusus. Tampak kamar untuk jamaah haji khusus yang mendapatkan fasilitas lebih baik dibandingkan jamaah haji reguler karena biaya haji yang mereka bayarkan lebih besar.

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi menerima audiensi penyelenggara umrah dan haji khusus yang tergabung dalam berbagai asosiasi di Indonesia. Pertemuan dilakukan di Kantor Kementerian Agama, Jakarta.

Asosiasi penyelenggara umrah dan haji khusus yang ikut dalam audiensi di antaranya: Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji Khusus (Himpuh), Kesatuan Tour Travel Haji Umrah Republik Indonesia (Kesthuri), dan Asosiasi Penyelenggara Haji, Umrah dan In-Bound Indonesia (Asphurindo).  

Baca Juga

Perwakilan asosiasi dalam kesempatan itu, Fuad Hasan Mansyur, menyampaikan apresiasi kepada Kementerian Agama serta DPR yang telah menyepakati besaran rata-rata Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) 1441 H/2020 M atau biaya yang dibayar langsung oleh jamaah sebesar Rp 35.235.602,00. Biaya BPIH tahun 1441 H/2020 M sama dengan BPIH tahun sebelumnya.

Selain membahas haji, asosiasi penyelenggara umrah dan haji khusus juga menyampaikan berbagai persoalan kepada Menag Fachrul. Mereka menginformasikan persoalan dalam melayani tamu Allah ke tanah suci melalui jalur umrah.

Pertama, mereka meminta Kementerian Agama dapat menyatukan asosiasi umrah dan haji khusus di Indonesia dalam satu wadah dan satu suara untuk menyampaikan aspirasi terkait kebijakan pemerintah Arab Saudi. Kedua, diharap Kemenag menyiapkan aturan yang menetapkan agar penyelenggara umrah mengendapkan uang jamaah di bank dan penetapan nomor kursi.

Berikutnya terkait Peraturan Menteri Agama (PMA) No 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah, diharap tidak kontekstual dan mesti dilakukan revisi dengan melibatkan asosiasi atau pelaku industri travel umrah. PMA tersebut juga dinilai tidak sejalan dengan UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

"Begitu juga soal asuransi yang saat ini diterapkan oleh pemerintah Saudi. Saat ini kami harus membayar double asuransi di Indonesia dan Saudi. Hal ini mesti menjadi perhatian bersama serta mencari solusi terkait kebijakan double asuransi," kata Fuad Hasan dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Selasa (4/2).

Menyikapi ragam persoalan tersebut, Fachrul mengimbau segenap asosiasi travel umrah untuk kompak, khususnya dalam menyampaikan aspsirasi kepada pemerintah Saudi. Hal itu termasuk dalam membahas persoalan terkait asuransi dan kebijakan lainnya.

"Poin yang saya tangkap dari pertemuan ini adalah Kementerian Agama harus mengambil langkah-langkah pengamanan terhadap calon jamaah umrah. Kami tidak ingin lagi terulang jamaah dirugikan oleh travel," kata Fachrul.

Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Ditjen PHU Kemenag Arfi Hatim dalam kesempatan itu menambahkan asuransi adalah amanat Undang Undang No 8 Tahun 2019 bahwa semua jamaah umrah wajib diasuransikan atau yang disebut asuransi syariat perjalanan umrah.

"Pada awal Januari lalu pemerintah Saudi menetapkan visa bagi jamaah umrah sekaligus asuransi. Terkait PMA No 8 Tahun 2018, saat ini kami sedang menyusun peraturan baru sebagai implementasi peraturan sebelumnya," kata Arfi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement