IHRAM.CO.ID,JAKARTA--Jamaah korban First Travel yang terdiri dari tiga kelompok telah diterima audiensi oleh Komisi VIII DPR, Selasa (25/2). Audiensi kali ini jamaah meminta Komisi VIII medesak Menteri Agama realisasikan janjinya yang akan berangkatkan jamaah.
"Karena sampai saat ini kami belum mendapat kepastian dari pemerintah terkait kapan jamaah dibeberangkatan," kata Ketua Kelompok Persatuan Jamaah Korban First Travel (Pajak FT) Ario Tedjo kepada Republika, Selasa (25/2).
Ario mengatakan, dari tiga kelompok itu mempunyai satu tujuan yaitu menagih janji Menteri Agama Fachrul Razi akan memberangkatkan jamaah secara bertahap. Kelompok itu terdiri dari Kawal Keberangkatan Jamaah Korban First Travel, Persatuan Jamaah Korban First Travel (Pajak FT) dan satu kelompok yang diwakili oleh kuasa hukumnya yaitu Natalia Rusli.
"Adapun dalam audiensi kali ini jamaah sepakat meminta pertanggung jawaban pemerintah," kata Ario.
Ario mengatakan, jalur litigasi baik pidana dan perdata yang dilakukan jamaah telah mendapat hasil sangat tidak memuaskan, karena aset dirampas untuk negara. Padahal, jamaah sudah menunggu kepastian sejak tahun 2017, namun sampai saat ini belum terlihat adanya kehadiran negara untuk serius menangani masalah jamaah korban First Travel.
"Dari surat jawaban Kemenag yang kami terima, Kemenag terkesan tidak dapat bertanggung jawab atas solusi dari kasus first travel ini," katanya.
Menurut Ario, pemerintah belum bisa mengambil pelajaran dari meledaknya kasus penipuan First Travel. Hal tersebut terbukti saat ini masih banyak jamaah yang tidak diberangkatkan oleh PPIU meski Kemenag telah membuat Siskopatuh.
"Sebenarnya kasus penipuan umrah ini bukan cuma first travel saja, banyak travel yang menyalah gunakan label travel umroh untuk mengumpulkan uang dari calon jamaah umroh," katanya.
Ario menuturkan, tidak semua jamaah melek teknologi, sehingga jamaah tidak mengetahui apakah travel yang akan digunakannya itu sudah memiliki izin sebagai penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) atau belum. Seperti diketahui, travel yang telah memiliki izin PPIU memiliki akses masuk ke Siskopatuh untuk melaporkan keberangkatan dan kepulangan jamaah.
"Sehingga saya kira Siskopatuh yang diterbitkan Kemenag kurang tepat dalam mengatasi masalah ini," katanya.
Ario mencontohkan, pada awal Februari 2020, travel dengan nama PT. Alghani Assalam di wilayah Bekasi gagal memberangkatkan jamaah. Travel ini diduga telah menipu jamaah sebanyak 189 jamaah dan kasusnya sudah dilaporkan ke kepolisian.
"Bukankah di 2020 itu sudah ada Siskopatuh? Lalu kenapa masih ada jamaah yang tertipu?" ujar Ario.
Ario meminta, pemerintah serius menangani kasus penipuan umrah. Untuk mengawali keseriusan itu kata Ario, Menag Fachrul Razi harus merealisasikan janjinya yang akan memberangkatkan jamaah secara bertahap.
"Jangan hanya servis lip aja di tengah kasus yang kami derita, kalau emang negara mau berangkatin, tolong realisasikan, kalo gak ya ngomong, bahwa negara memang tidak bisa memberangkatkan," katanya.
Sementara itu salah satu anggota Kawal Keberangkatan Jamaah Korban First Travel Indra Suwindra mengatakan, jamaah korban First Travel sudah punya data yang terintegrasi agar jamaah dan agen dapat menginput identitas mereka ke dalam sistem, sehingga setiap jamaah mendapatkan data konkret terkait jumlah korban First Travel.
"Namun, karena keterbatasan kita melakukan sosialisasi dan komunikasi dengan seluruh jamaah korban first travel maka data yang terkumpul saat ini baru 30.000 jamaah," katanya.