“Di kampung ini, banyak warga yang umrah dengan cara mencicil. Kalau saya sih daripada ngutang, mending nabung dulu buat pergi haji sekalian,” kata Paiman, salah seorang warga Demak, Jawa Tengah.
Ya, pasti Anda sudah mendengar skema kredit atau cicilan umrah. Mekanismenya melalui pembiayaan atau utang. Jadi calon jemaah bisa berangkat umrah lebih dahulu, bayar setelahnya dengan cara mengangsur setiap bulan. Tenor atau jangka waktu cicilan bisa sampai setahun.
Kok bisa berangkat duluan, bayar kemudian? Tentu bisa, karena menggunakan dana talangan biro umroh. Jadi skema ini sebenarnya membantu masyarakat Muslim yang ingin pergi ke Tanah Suci, namun terkendala biaya.
Kalau diperhatikan, skema cicilan umrah sudah ada sejak lama. Bedanya cicilan umrah sebelumnya, adalah cicilan bertahap. Calon jemaah mencicil pembayaran umrah secara bertahap ke biro umrah.
Misalnya biaya umroh Rp20 juta, setor DP Rp5 juta. Kemudian sisanya dicicil beberapa kali dan paling lambat lunas 1 atau 3 bulan sebelum keberangkatan. Jadi seperti menabung saja, tapi bukan di bank. Sayangnya, skema ini kerap disalahgunakan sehingga muncul kasus seperti First Travel.
Meski tujuannya baik, tapi bagaimana hukumnya umroh dengan berutang? Apakah skema cicilan umrah dengan dana talangan sudah diberi lampu hijau oleh Kementerian Agama (Kemenag) maupun Otoritas Jasa Keuangan (OJK)? Berikut penjelasannya, seperti Cermati.com.
Baca Juga: Penyebaran Virus Corona Makin Meluas, Arab Saudi Tutup Perjalanan Umrah
Hukum Umrah Tapi Dari Utang
Hukum umroh dari utang
Dikutip dari laman resmi Nahdlatul Ulama (NU), salah satu syarat umrah dan haji adalah istitha’ah. Artinya memiliki kemampuan untuk menunaikannya.
Kitab Mawahib al-Jalil Syarhu Mukhtashar Khalil menjelaskan, bila ada seseorang tak bisa sampai ke Tanah Suci kecuali dengan cara berutang, tapi sebenarnya ia tak mampu membayarnya, maka ia tak wajib berhaji ataupun melaksanakan sunah umrah.
Namun kalau orang tersebut punya kemampuan membayar utangnya, maka ia masuk dalam golongan orang yang mampu (istitha’ah). Oleh karena itu, ia wajib haji atau bisa menunaikan umrah meski dengan jalan utang.
Melalui penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa berutang untuk umrah sah-sah saja, selagi orang tersebut diyakini mampu membayar. Yang tidak boleh kalau ia tak punya kemampuan untuk melunasi utangnya.
Umrah Pakai Dana Talangan, Apa Kata Kemenag dan OJK?
Aturan umrah menggunakan dana talangan atau sistem utang
Jika Anda mengambil atau mengajukan skema cicilan umrah, pergi dulu, bayar belakangan, itu berarti menggunakan dana talangan dari biro umrah maupun lembaga keuangan bank dan non-bank.
Jika dari sudut pandang Islam, umroh dari duit utang tidak masalah asalkan mampu membayar, lalu bagaimana menurut Kemenag dan OJK?
- Dalam Surat Edaran Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag No. B-27.221/DJ.II/Hj.09/2018 tentang Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 8/2018 dan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 221/2018 disebutkan, Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dilarang memfasilitasi keberangkatan jemaah menggunakan Biaya Penyelenggaraan Ibadan Umrah (BPIU) yang berasal dari dana talangan.
- Poin penting lainnya dalam aturan tersebut, biaya umrah wajib dilunasi paling lama 3 bulan sebelum tanggal keberangkatan. Selanjutnya paling lambat 6 bulan setelah pendaftaran, biro umrah wajib memberangkatkan jemaah. Dengan demikian, skema cicilan atau dana talangan dilarang oleh Kemenag guna menghindari kasus First Travel terulang kembali.
Sementara OJK maupun Satgas Waspada Investasi mengimbau berulang kali agar masyarakat tak mencicil biaya umrah ke biro umrah atau PPIU. Ditegaskan bahwa PPIU atau biro umrah bukan lembaga keuangan, sehingga dilarang menghimpun dana dari masyarakat, mengelola, dan menginvestasikannya.
Dari penjelasan di atas, dapat digarisbawahi kalau mau umrah, sebaiknya menabung dulu sampai uang cukup. Biaya umrah saat ini dipatok minimal Rp20 juta per orang. Ingat, menabung di bank, jangan di biro atau travel umrah.
Baca Juga: Aman dan Terpercaya, ini 12 Travel Umrah dan Haji Resmi di Indonesia
Simulasi Menabung Biar Cepat Berangkat Umroh
Simulasi menabung agar cepat berangkat umrah
Umrah beda dengan haji. Untuk pergi umrah, calon jemaah tak perlu menunggu antrean bertahun-tahun. Asal duit minimal Rp20 juta sudah terkumpul, bisa langsung daftar ke biro umrah resmi. Dan berapa bulan kemudian, sudah bisa menginjakkan kaki di Tanah Suci.
Untuk menghindari penipuan umrah melalui skema cicilan atau dana talangan, cara terbaik agar bisa cepat berangkat umrah adalah menabung. Simulasinya:
- Buka tabungan umrah di bank syariah (salah satu bank penerima setoran biaya umrah) di Januari 2020
- Setoran awal Rp500 ribu (minimal setoran Rp100 ribu)
- Setoran per bulan sesuai kemampuan Rp500 ribu per bulan atau Rp17 ribu per hari
- Jangka waktu menabung 4 tahun (48 bulan)
- Total tabungan pokok yang terkumpul di tahun 2023 = Rp500 ribu x 48 bulan = Rp24 juta (belum termasuk bagi hasil)
- Setelah 4 tahun, pilih paket umrah melalui biro umrah resmi dengan harga sesuai jumlah tabungan. Minimal biaya umrah saat ini sesuai referensi Kemenag sebesar Rp20 juta
- Jika Anda memilih paket umrah reguler seharga Rp22 juta, maka sisa tabungan Rp2 juta, bisa digunakan untuk mengurus visa, suntik meningitis, atau tambahan uang saku selama umrah.
Bandingkan dengan cicilan umrah yang ditawarkan salah satu biro perjalanan di internet. Katanya tanpa riba, tapi kalau dilihat harga paketnya lebih besar jika calon jemaah mengambil skema cicilan ketimbang tunai.
- Paket cash Rp23 juta = DP Rp5 juta, cicilan Rp18 juta
- Paket cicilan 1 tahun (12 bulan) Rp26.056.400 = DP Rp5 juta, cicilan Rp1.754.700 per bulan
- Paket cicilan 2 tahun (24 bulan) Rp29.156.000 = DP Rp5 juta, cicilan Rp1.006.500 per bulan
- Paket cicilan 3 tahun (36 bulan) Rp32.509.400 = DP Rp5 juta, cicilan Rp764.150 per bulan.
Menabung Lebih Untung dan Minim Risiko
Yang perlu Anda tahu, menabung di bank punya keuntungan. Tabungan umrah Anda akan dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bila sewaktu-waktu bank bangkrut atau dilikuidasi.
Beda dengan biro umrah. Risiko penyelewengan dari empunya maupun oknum sangat besar terjadi tanpa ada jaminan ganti rugi bagi calon jemaah yang menjadi korban penipuan. So, mau pilih mana?
Baca Juga: Cara dan Syarat Buka Tabungan dan Daftar Haji di Kemenag