REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika
Berikut ini kisah pelaut dari Irlandia yang mengantar pulang jamaah haji dari sekitar wilayah India pulang dari Jeddah. Kisah ini ada dalam buku harian seorang pelaut Irlandia yang kala itu bekerja maskapai kapal milik Inggris. Isinya sebagai berikut:
... Kala itu kapal penumpang kami mendapat kontrak untuk membawa pulang 1.500 peziarah Muslim dari pelabuhan Jeddah di Arab Saudi. Mereka harus dibawa pulang kembali ke Chittagong di puncak Teluk Benggala setelah menunaikan ibadah haji. Bagi kami ini pengalaman maritim yang tidak biasa.
Kapal kami, Sirdhana adalah milik maskapai pelayaran perusahaan British India. Kapal kami hanyalah satu kapal dari sekian banyak kapal yang berpartisipasi dalam salah satu acara besar tahunan yang memerlukan alat transportasi agar bisa mengangkut manusia yang sampai puluhan ribu peziarah ntuk pergi dan datang dari kota suci Mekah. Layanan angkutan ini pun sebenarnya sudah berlangsung bertahun-tahun yang lalu. Tapi bagi saya ini adalah pengalaman pertama.
Situasi pergi haji dengan naik kapal, memang berbeda dengn situasi yang terjadi hari ini. Dan memang sangat berbeda. Di masa sekarang sebagian besar dari dua juta jemaah haji di Makkah, diangkut melalui ratusan penerbangan melalui bandara di Jeddah dan Madinah. Ini berbeda dengan masa lalu.
******
Awalnya, saat itu kapal kami tengah berlabuh di Karachi, pelabuhan utama di Pakistan, saat mendapat kabar bila mendapat berita kontrak mengangkit sebagaian jamaah haji dari Jeddah ke Teluk Benggala. Mendengar kabar otu, pertama-tama kami mencari seorang dokter dan tiga asisten medis, serta tiga perawat.
Kami sudah berpikir itu karena ada perkiraan bila banyak di antara jamaah haji itu akan pulang dalam kondisi fisik yang buruk, setelah melakukan perjalanan ke Arab Saudi dari Benggala dan kemudian menanggung panas dan kondisi yang ramai selama mereka berhaji di Mekkah.
Maka awak kapal kami yang sebagain berasal berasal dari kawasan anak benua India mulai mengatur geladak bawah tempat sebagian besar peziarah nanti di tempatkan selama pelayaran pulang. Kami juga tahu kebanyakan mereka adalah jamaah haji yang miskin. Maka di geladak bawah itulah mereka akan mendapat tempat untuk berbaring di ranjang atau tempat tidur gantung, atau pula tidur di atas tikar yang ada di geladak kapal yang terbuat dari kayu.
Memang ketika kami berangkat ke Jeddah, kapal dalam keadaan kosong. Di bagian depan dek kapal malah perwira Eropa menyempatkan bermain tenis meja. Dan seiring bergulirnya kapal menuju Jeddah, di sepanjang pelayaran di Laut Arab kami membuat beberapa berupa perlombaa.
Itu jelas menyenangkan semua awak kapal, baik yang menang maupun yang kalah. Semua awal yang ternyata semuanya beragama Kristen dan sebagian besar orang Inggris, melontarkan tawa, sumpah keras, dan hujatan bahagia selama perjalan ke Jeddah. Baru kemudian, ketika kami mendekati Jeddah keriuhan itu terhenti. Kala itu kapten kapal kami memanggil semua awak kapal ke biliknya untuk rapat.
Nah di dalam rapat itu kami baru tahu bila kapten kapal punya pesan khusus. Katanya, "Anda, anak-anakku semua, nanti perlu berhati-hati dengan bahasa Anda ketika peziarah Muslim itu naik ke kapal," katanya dengan nada kebapakan. "Ingat mereka menganggap Yesus Kristus sebagai seorang nabi yang penting dan tidak suka mendengar namanya direndahkan,'' katanya berpesan. Kami mencatat komentarnya dan memutuskan untuk melihat reaksi mereka ketika para peziarah sudah naik ke atas kapal.