Selasa 07 Apr 2020 20:28 WIB

Zubaidah Binti Ja’far, Bebaskan Jamaah Haji dari Kekeringan

Air pun mengalir dengan deras kepada penduduk Makkah dan orang-orang yang berhaji

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: A.Syalaby
Darb Zubaidah
Foto: Aramco Expats
Darb Zubaidah

REPUBLIKA.CO.ID, Di balik kejayaan Dinasti Abbasiyah, ada seorang permaisuri yang memiliki hati sederhana dan dermawan. Istri dari khalifah kelima Dinasti Abbasiyah, Harun al-Rashid, ini menjadi kesayangan bagi rakyatnya.

Ratu Zubaidah binti Ja'far selalu memperhatikan kebutuhan masyarakat.  Tak heran jika Zubaidah memiliki pengaruh yang kuat pada pemerintahan dinasti terbesar Islam.

Sejak lama, Zubaidah dikenal sebagai seseorang yang bersahaja. Ia juga pandai berkelakar dengan membagikan cerita-cerita humor yang pernah didengarnya melalui sang kakek, al-Mansur. Selain dermawan dan baik hati, perempuan ini juga dikenang sebagai orang yang memiliki budi luhur.

Di kediamannya, ada sekitar seratus hamba perempuan yang di beri tugas untuk menghafal Alquran setiap harinya. Otomatis, lantunan ayat-ayat suci selalu menggema di istananya.

Hidup pada masa puncak ke khalifahan Abbasiyah membuat Zubaidah memiliki selera dan ga ya hidup yang mewah dan eksklusif. Meski demikian, ia tak pernah melupakan masyarakat di luar istana mewahnya. Zubaidah tak segan menghabiskan uangnnya untuk membangun infrastruktur dan fasilitas yang ber guna bagi masyarakat.

Sejarawan Ibnu al-Jawzi mencatat, saat sang sultan berkutat dengan urusan ketentaraan, dia menyerahkan kekuasaan un tuk membuat kebijakan pada Zubaidah secara penuh. Sultan Harun kerap meminta pertimbangan Zubaidah dalam setiap pengambilan keputusan. Dia menganggap keputusan Zubaidah selalu tepat dan bijak.

Hal lain yang diingat dari so sok Zubaidah adalah kesediaannya untuk menyisihkan uang membangun infrastruktur dan fasilitas bagi jamaah haji. Kala itu, ia menunaikan haji dan melihat penderitaan jamaah yang kekurangan air. Banyak jamaah merasa kepanasan, kehausan, bahkan meninggal dunia kala melaksanakan wukuf.

Ia pun bertekad memberi mi num bagi mereka. Tak lama, ia memanggil bendaharanya. Dia memerintahkan untuk mendatangkan para arsitek serta para pekerja agar membuat saluran air di tengah pegunungan dan padang pasir hingga sampai di Makkah. Ini pekerjaan yang tidak mudah. Saluran air dibangun melintasi gunung yang bebatuan terjal serta bukit pasir.

Saluran air ini dibuat membentang dari Kufah di Irak hingga Rafha, yang berbatasan dengan Saudi. Dari Rafha, saluran ini berlanjut hingga Fida dengan jarak kira-kira 120 km di sebelah tenggara. Jalur air dilanjutkan dari Fida hingga ar-Rabdzah (terletak 190 km dari Madinah ke arah timur, dengan jarak 350 km) dan berakhir di Makkah.

Mendengar rencana tersebut, para insinyur Abbasiyah sempat memperingatkan tentang besar nya biaya dan hambatan teknis untuk merampungkan proyek tersebut. Namun, peringatan itu hanya dianggap angin lalu. Sang bendahara sendiri sempat berkata, "Pekerjaan ini membutuhkan biaya yang amat besar." Mendengar hal tersebut, Zubaidah menjawab, "Kerjakanlah! Walaupun harus membuat kapak dengan dinar."

Megaproyek pembuatan sa luran air ini disebut menghabiskan 1 juta dinar. Dengan izin Allah SWT, terwujudlah cita-cita pembuatan saluran air ini. Dengan adanya fasilitas ini, air mengalir dengan derasnya kepada para penduduk Makkah dan orang-orang yang berhaji. Mereka dapat minum kapan saja. Tanpa khawatir tak ada air.

Selain itu, ratu dikenal de ngan megaproyek Jalur Zubaidah, yakni proyek jalan untuk memudahkan jamaah haji. Jalur perjalanan ini dibangun dengan basis arsitektur dan logistik modern. Untuk membuat jalur ini, pekerja memulai dengan mem bu ka jalan, mendirikan waduk, me ngebor sumur. Mereka pun membangun perumahan serta tempat peristirahatan (rest area) di sepanjang jalur perjalanan tersebut.

 

 

sumber : Dialog Jumat
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement