REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika
Sosok Laksamana Malaka, Hang Tuah, ada dalam kisah karya Melayu lama, yang ditulis di Johor pada akhir abad ke-17. Kisah itu bernama ‘Hikayat Hangtuah’. Dan memang Hang Tuah terindikasi hidup pada abad ke 15.
Dalam kisah itu, Hang tuah disebut naik haji pada waktu diutus ke Istanbul oleh Sultan Melaka. Dia diberi tugas ke Ottoman Turki untuk memberli meriam. Dalam perjalanan ke Turki itu dia memimpin sebuah armada besar dengan 42 kapal dan awak kalapnya yang mencapai 1.600 orang
Waktu berlayar di dekat Jeddah, dia mendengar dari sorang mualim bahwa makam Siti Hawa ada di dekat kota tersebut. Mendengar itu maka Hang Tuah memutuskan untuk berziarah ke tempat tersebut dan kapalnya kemudian berlabuh di Jeddah. Tujuannya untuk mengambil berkah.
Setelah mendarat di pelabuhan Jeddah, Hang Tuah yang datang bersama kapalnya yang bernama ‘Mendam Berahi’ disambut hangat Syahbandar dan Gubernur Jeddah, Malik Rasa. Pada masa itu konon yang menjabat sebagai syarif Mekkah (disebut dalam hikayat sebagai Raja Mekkah) adalah Syarf Ahnad bin Zainul Abidin. Sedangkan syarif Madinah adalah saudaraya, Syarif Baharuddin. Kedua-duanya adalah di bawah kekuasaan Sultan Ottoman atau Sultan Rum.
Saat berada di Jeddah, kebetulan mendekati bulan haji.Makanya kemudian gubernur Makkah mengajak pergi haji bersama-sama ke Mekkah. Hang Tuah kemudian berhaji sebelum melanjutkan ke Istanbul untuk memberi meriam seperti yang diperintahkan Sultan Melaka. Selain ke Turki, Jeddah, Hang Tuah juga melawat ke mana-mana dari Melaka seperti Majapahit, Siam, Mesir dan Tiongkok.
Khusus untuk pengalamannya melakukan haji, dia tak menceritakannya sama sekali pengalaman rohaninya. Yang diceritakan setelah kembali dan bertemu dengan Sultan Melaka adalah soal perjalanan dan pembelian meriam. Sultan Melaka pun tidak banyak bertanya tentang pengalamannya saat mengerjakan ibadah haji.