REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kehalalan suatu produk membuat konsumen lebih yakin dalam menggunakannya. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Jaenal Effendi mengatakan, dari riset yang pernah dilakukan program studinya terhadap produk kosmetik, secara umum konsumen lebih memilih kosmetik berlogo halal. Sebab, ada rasa aman dan jaminan tidak membahayakan.
Dalam Islam, ada perbedaan antara konsumsi makanan dengan transaksi ekonomi (muamalah). "Kalau makanan, bila ada satu ulama bilang tidak boleh, maka tidak boleh. Sementara, transaksi ekonomi, selama ada satu ulama membolehkan, maka boleh," kata Jaenal.
Ia menilai penerapan kewajiban sertifikasi halal melalui Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) merupakan langkah maju. Jika pun ada resistensi, sosialisasi dan edukasi yang harus digalakkan.
Menurut Jaenal, dalam jangka pendek pasti akan ada resistensi karena produsen dan konsumen belum terbiasa. Di Eropa, produk halal memang sangat terbatas, tapi lembaga keamanan pangan berjalan baik melalui mekanisme pengawasan pangan (food control) yang baik. "Food control/ itu sejalan dengan halal. Ini konvergen. Jadi, saya pikir kewajiban sertifikasi halal adalah langkah maju, standar kita naik," kata Jaenal.
Untuk jangka panjang, dalam teori ekonomi ada teori asimetri informasi. Mereka yang mendapatkan informasi lebih banyak akan lebih diuntungkan. Untuk menekan asimetri informasi pada konsumen, perlu ada kepastian, termasuk sertifikasi halal.
Intinya, lanjut Jaenal, halal di sini berarti bahan yang digunakan untuk sebuah produk dijamin bebas dari zat-zat membahayakan karena sudah diuji laboratorium. "Jika disebut sertifikasi halal mahal, saya melihat tidak juga seperti itu, karena sertifikasi halal punya konsekuensi keamanan sehingga konsumen merasa aman. Lebih dari itu, produk tersebut juga bebas dari unsur haram secara syariat Islam," ujar dia.
Untuk menuju implementasi pewajiban sertifikasi halal yang mulai berlaku pada 2019, langkah yang ditempuh dinilai perlu dilakukan bertahap. Mengingat kewajiban ini tak bisa dihindarkan, semua pihak diminta terbuka dalam hal sertifikasi halal.
Potensi besar
Ketua Umum Syarikat Islam Hamdan Zoelva mengatakan, fakta bahwa Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar dunia, seyogianya bisa dimanfaatkan untuk pengembangan bisnis halal sejak lama. Hal tersebut merupakan penguat potensi negeri ini.
"Bisnis halal dunia itu memang sudah seharusnya dikuasai Indonesia," ujar Hamdan kepada Republika. Ia menilai, membangun kekuatan bisnis halal di Indonesia bukan merupakan persoalan sulit. Bisnis halal juga bisa tumbuh dengan baik secara alami.
"Hal itu kembali lagi, mengingat mayoritas Indonesia merupakan Muslim dengan tingginya kebutuhan produk halal, jadi tinggal membutuhkan strategi pengembangan yang baik," kata Hamdan.
Mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini mengatakan, produk-produk Indonesia yang halal akan mengalami seleksi alam, tinggal menunggu hasil apakah produk itu mampu bertahan di pasar. "Buat produk-produk kita bisa berdaya saing. Itu yang terpenting," ujar Hamdan.
*Artikel ini telah dimuat di Harian Republika, Rabu, 19 Oktober 2016