REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sosialiasi pentingnya kehalalan produk farmasi dan obat-obatan masih perlu dilakukan. Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Pangan BPOM, Dewi Prawitasari, mengatakan, pemerintah terus berupaya untuk melakukan sosialisasi soal produk halal ini.
''Kami menjalankan kebijakan untuk melindungi konsumen dari dampak negatif mengonsumsi obat dan makanan tidak halal,'' katanya dalam seminar bertajuk Kehalalan Obat dan Makanan Serta Permasalahannya di Jakarta.
Langkah tersebut, jelas Dewi, diharapkan mampu secara efektif bisa mengenalkan produk farmasi, obat-obatan, dan makanan yang halal kepada masyarakat. Dengan demikian, mereka mengonsumsi produk-produk itu sesuai dengan hukum agama yang berlaku.
Menurut Anna P Roswiem dari LPPOM MUI, pihaknya masih menghadapi kendala dalam mendorong terwujudnya produk farmasi, obat-obatan, dan makanan halal ini. Sebab, pengetahuan produsen ataupun pengusaha tentang halal masih sangat rendah.
Anna mengatakan, memang harus ada upaya yang terus-menerus dalam memberikan penjelasan soal halal kepada produsen. Apalagi, konsumen yang ada di Indonesia sebagian besar merupakan Muslim yang tentu membutuhkan produk-produk yang terjamin kehalalannya.
Hal yang sama juga ditegaskan oleh Amir Hamzah Pane, seorang pakar hukum kesehatan. Ia mengatakan, mestinya para produsen memiliki pengetahuan tentang kehahalan produk. Dengan demikian, produk yang mereka hasilkan bukanlah produk haram.
Menurut Amir, lima hukum, seperti jaiz, makruh, haram, wajib, dan sunah, yang berlaku dalam syariat Islam telah memberikan landasan filosofis dalam membuat sebuah produk halal bagi para produsen. ''Ini bisa menjadi panduan yang sangat jelas,'' katanya menegaskan.
Bila hal ini terwujud, jelas Amir, umat Islam tak akan jatuh pada keharaman. Hingga kemudian, umat Islam tak akan merasa was-was dengan produk yang mereka konsumsi. Apalagi, konsumsi produk halal menjadi hal yang sangat penting bagi konsumen Muslim.
*Artikel ini telah dimuat di Harian Republika, Senin, 14 Desember 2009