Senin 28 Sep 2020 08:32 WIB

Kemenag Berencana Bangun Kantor Layanan Haji-Umrah di Saudi

Kemenag berencana membangun gedung layanan haji dan umrah di Arab Saudi.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Esthi Maharani
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Nizar Ali
Foto: Kemenag
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Nizar Ali

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) berencana membangun gedung layanan haji dan umrah di Arab Saudi. Pembangunan gedung yang dimaksud, akan menggunakan dana dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

"Haji merupakan tugas nasional yang tidak hanya dilakukan oleh Kementerian Agama namun juga sinergi berbagai lembaga negara indonesia. Dengan adanya tugas nasional tersebut, maka sangat dibutuhkan adanya kantor bagi Kita di Arab Saudi," kata Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag, Nizar Ali, dalam keterangan yang didapat Republika, Senin (28/9).

Menurutnya, dengan dibiayai dari dana SBSN yang dikelola oleh Kementerian Keuangan saat ini, Kemenag berupaya akan mendirikan kantor layanan haji dan umrah di Arab Saudi.

Sejalan dengan rencana tersebut, kantor yang akan dibangun merupakan milik negara Indonesia. Nantinya, gedung tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepengurusan ibadah haji yang merupakan tugas nasional.

Pembangunan kantor tersebut, kata Nizar, berkaitan dengan tujuan penyelenggaraan haji untuk melayani umat islam indonesia lebih baik lagi.

"Untuk mencapai Hal tersebut evaluasi penyelenggaraan HAJI tahun sebelumnya dijadikan rujukan awal untuk perencanaan pembenahan pelaksanaan haji di tahun berikutnya," kata dia.

Dalam kegiatan Jagong Masalah Haji dan Umrah (Jamarah) di Hotel Syariah Solo, Ahad (28/9) lalu, Nizar juga menyampaikan kebijakan penyelenggaraan haji dan umrah di tengah Covid-19.

Skenario kebijakan pemberangkatan jamaah haji di masa pandemi ini yang pertama yakni jamaah haji tahun 2020 akan diberangkatkan tahun 2021. Hal ini dapat berjalan dengan asumsi kuota yang diberikan berjumlah sama atau tetap.

"Skenario ini dapat terwujud sesuai perencanaan awal yaitu kuota yang diberikan oleh Arab Saudi berjumlah tetap," kata Nizar.

Ia juga mengingtakan, hal yang tak kalah penting adalah jika vaksin sudah ditemukan, maka protokoler kesehatan Covid-19 tidak perlu dilaksanakan.

Alternatif yang kedua yaitu haji tetap dilaksanakan dengan pembatasan dan melaksanakan protokol Covid-19. Jika haji berjalan dengan pembatasan kuota, maka akan berdampak dengan anggaran.

Salah satunya yang terdampak adalah tambahan biaya bagi penyelenggaraan ibadah haji jika terdapat pembatasan. Komponen tambahan biaya dinilai besar, karena jatah 100 persen hanya dapat digunakan 50persen, namun dengan biaya penuh. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement