REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto meminta biaya sertifikasi halal selaras dengan RUU Cipta Kerja sehingga peran Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) optimal.
“Itu sebagai upaya mengoptimalkan peran Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kemenag,” kata Yandri dalam rapat gabungan bersama lintas kementerian/lembaga di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (28/9).
Di sisi lain, dia mengatakan agar penetapan biaya sertifikasi tersebut segera ditentukan batas atas dan bawahnya sehingga ada kepastian bagi masyarakat. Tarif, kata dia, juga agar tidak memberatkan masyarakat terutama usaha kecil.
"Pada prinsipnya kami menyetujui usulan tarif yang disampaikan. Tapi saat ini yang dibutuhkan Kemenag adalah penetapan ambang atas dan bawah dari tarif tersebut yang harus ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan," katanya.
Yandri mendorong adanya penyederhanaan prosedur sertifikasi halal, kepastian waktu proses pengurusan sertifikasi, jaminan ketersediaan tempat dan fasilitas pengujian sampel produk.
Komisi VIII, lanjut dia, juga meminta pemerintah mempertahankan upaya pembebasan biaya bagi pelaku usaha UMKM yang beromset tertentu sehingga menggerakkan usaha kecil dan menengah.
Sementara itu, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid yang hadir dalam rapat tersebut mengatakan nominal biaya sertifikasi halal belum final karena menunggu disahkannya UU Cipta Kerja.
Adapun Zainut hadir dalam pertemuan tersebut mewakili Menteri Agama Fachrul Razi yang tidak dapat hadir karena masih dirawat akibat terinfeksi Covid-19. “Boleh jadi ada beberapa pos-pos pembiayaan yang belum tercover atau hal-hal yang perlu dipertimbangkan terkait masa waktu yang semula 97 hari menjadi 21 hari, pasti juga berpengaruh pada cost," kata dia.