IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi corona memberikan dampak besar terhadap ekonomi dan penghasilan masyarakat Indonesia. Tren paling terlihat adalah makin banyaknya individu tidak bekerja dan kehilangan pendapatan.
Hal ini berkorelasi dengan jumlah kemiskinan di Tanah Air yang pada beberapa waktu lalu sempat berkurang.
Anggota Pokja Dewan Ketahanan Pangan Pusat Khudori mengatakan berdasarkan proyeksi dan skenario dari berbagai lembaga, jumlah penduduk miskin pada akhir tahun bisa mencapai 44,5 juta orang. Jumlah ini equivalen dengan 16,6 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Menurut Khudori, proyeksi jumlah penduduk miskin tersebut berdasarkan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diproyeksi mengalami kontraksi sebesar 3,5 persen pada akhir tahun. Ini berdasarkan skenario yang diterbitkan oleh Bulletin of Indonesia Economic Studies Juli 2020.
"Skenario paling pesimistis, salah satunya proyeksi pertumbuhan ekonomi kita di akhir tahun nanti minus 3,5 persen, kemiskinan kita akan bertambah menjadi total 44,5 juta atau equivalen dengan 16,6 persen," kata Khudori yang juga pengamat ketahanan pangan dalam webinar di Jakarta, Kamis (8/10).
Khudori menyebutkan bahwa dalam skenario lainnya, jika pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi tumbuh 2,1 persen, jumlah penduduk miskin mencapai 30,7 juta atau 11,4 persen.
Saat pandemi baru mulai, jumlah penduduk miskin sudah bertambah dari 24,8 juta orang pada September 2019, menjadi 26,4 juta pada Maret 2020.
Jumlah tersebut pasti terus bertambah, seiring dengan diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah wilayah. Dalam kondisi normal, keluarga miskin membelanjakan 74 persen pendapatannya untuk kebutuhan pangan, terutama beras. Ketika harga komoditas naik, kemungkinan penduduk tersebut akan jatuh lebih miskin lagi dan kelaparan.
Di sisi lain, jumlah penduduk rentan Indonesia tergolong tinggi di Asia Pasifik, yakni sebanyak 68 persen masuk dalam kategori rentan dan miskin terhadap goncangan ekonomi. "Indonesia tidak memiliki kapasitas fiskal yang besar untuk menangani COVID-19, sehingga bantuan sosial harus valid dan bisa menemukan sasaran yang tepat," kata Khudori.