REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Agama meminta Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan masyarakat mentaati semua peraturan yang diberlakukan Arab Saudi. Aturan yang diberlakukan itu mulai dari pembatasan usia dan jamaah yang berpenyakit diminta tak melakukan perjalanan umroh.
"Kami harap PPIU dan masyarakat dapat memahami kebijakan saudi tersebut," kata Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Arfi Hatim saat dihubungi, Selasa (13/10).
Atas semua aturan tersebut PPIU dan masyarakat juga diminta menerima segala konsekuensi atas diberlakukannya aturan tersebut. Konsekuensi yang pasti terjadi pada PPIU diharuskannya mengembalikan uang kepada jamaah, karena terdampak atas kebijakan pembatasan usia penyakit dan konsekuensi bagi jamaah adalah tidak bisa diberangkatkan meski sudah bayar lunas. "Demi keselamatan, kesehatan dan keamanan dalam beribadah," ujarnya.
Sebelumnya Menteri Haji dan Umroh Arab Saudi Mohammed Saleh Benten, selain harus mematuhi syarat protokol kesehatan, para jamaah juga diwajibkan berusia minimal 18 tahun dan usia maksimal 65 tahun.
Sekarang Saudi seperti dilansir Saudi Gazette, Selasa (13/10), kelompok jamaah yang berpenyakit seperti menderita insufisiensi jantung, imunodefisiensi, penyakit dada kronis, dan dirawat di rumah sakit dalam setahun terakhir, selain wanita hamil, tidak diizinkan masuk Masjidil Haram dalam waktu dekat.
Untuk memperingati World Sight Day 2020, Kemenkes mengadakan sejumlah kegiatan. Untuk tahun ini, perayaan yang dilakukan setiap tanggal 10 Oktober oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengusung slogan "Towards Better Sight".
Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pencegahan kebutaan, meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan dan keselamatan mata di antara semua anggota masyarakat.
Saudi berusaha menyoroti penyakit mata yang umum dan metode pengobatan dan pencegahan. Pihaknya juga berusaha memungkinkan setiap orang memiliki akses yang komprehensif atas layanan perawatan mata.
Perlu dicatat, setidaknya 2,2 miliar orang memiliki gangguan penglihatan atau kebutaan. Setidaknya satu miliar memiliki gangguan penglihatan yang sebenarnya dapat dicegah atau belum ditangani. Selain itu, hampir 90persen penyandang tunanetra tinggal di negara berkembang.