IHRAM.CO.ID, ISRAEL -- Pertemuan antara Perdana Menteri Israel dan Putra Mahkota Saudi terjadi menjelang kepresidenan Amerika Serikat Joe Biden. Lalu apa arti pertemuan tersebut yang diduga sengaja bocor itu?
Dilansir dari Middle East Eye, Jumat (27/11), jarang sekali pertemuan yang dilakukan Israel dengan negara-negara tanpa hubungan diplomatik terungkap kepada publik. Namun kali ini, pertemuan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dengan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman justru bocor begitu saja ke media Israel.
Dalam berita Israel disebutkan Netanyahu, ditemani atase militernya, Brigjen Avi Bluth, Kepala Mossad Yossi Cohen dan Penasihat Keamanan Nasional Meir Ben Shabat, terbang pada Ahad (22/11) malam dengan jet pribadi yang disewa dari pengusaha Israel Udi Angel ke kota Neom, resor Laut Merah Saudi.
Di sana, mereka bertemu selama tiga jam dengan Putra Mahkota Saudi dan Khalid bin Ali al-Humaidan, direktur jenderal Direktorat Intelijen Umum kerajaan Teluk. Pertemuan tersebut difasilitasi oleh Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, yang juga turut hadir.
Dulu, Perdana Menteri Israel dan semua kepala Mossad sejak Shabtai Shavit pada awal 1990 kadang-kadang bertemu dengan pejabat senior Saudi termasuk kepala intelijen dan jenderal militer. Namun, semua pertemuan itu dirahasiakan dengan ketat, dan Saudi bersikeras memperingatkan lawan bicara mereka, Israel agar tidak mengungkapkan pertemuan itu.
Mengingat sifat dari pertemuan di masa lalu, jelas bahwa pihak yang terlibat selalu tahu bagaimana memastikan informasi tersebut tidak bocor. Karena itu, pertemuan antara keduanya diduga sengaja ditunjukkan serta adanya kemungkinan Putra Mahkota Saudi juga menyetujui bocoran itu.
Dengan kata lain, pertemuan dan kesiapan untuk menjadikannya semi-resmi dalam sekejap mata merupakan langkah lain yang diambil oleh Arab Saudi untuk menormalisasi hubungannya dengan Israel.
Meski demikian, pertemuan malam hari itu sebelum Presiden AS Donald Trump meninggalkan Gedung Putih tidak membuahkan hasil yang diinginkan. Pompeo dan Netanyahu dilaporkan mendesak Putra Mahkota Saudi untuk terbuka dan membuat gerakan yang jauh lebih signifikan dan simbolis ke arah Israel.
Mereka mencoba membujuknya untuk menyetujui pertemuan publik atau pernyataan bersama. Mereka menjelaskan kepadanya bahwa ketika Joe Biden menjadi presiden AS ke-46, akan lebih sulit untuk mempromosikan hubungan bilateral antara Israel dan Arab Saudi karena setiap langkah kemungkinan akan dikondisikan untuk menjadi bagian dari kesepakatan yang lebih besar yang akan melibatkan Palestina.
Putra Mahkota Saudi, bin Salman nampaknya khawatir, bahwa bergerak terlalu cepat untuk meresmikan hubungan dengan Israel dapat menjadi bumerang, terutama bagi negerinya. Banyak orang Saudi, termasuk di antara para ulama dan konservatif, memandang Israel sebagai musuh yang dibenci.
Faktor penting lainnya yang berkontribusi pada keraguan putra mahkota untuk melegitimasi hubungannya dengan Israel adalah ayahnya. Sumber intelijen Israel dan Amerika yang mengetahui pemikiran di rumah kerajaan Saudi mengatakan kepada Middle East Eye bahwa selama Raja Salman (85) masih hidup, dia akan terus mendukung perjuangan Palestina dan menahan putranya yang berubah-ubah pendirian itu.
Raja, seperti para pendahulunya, mendukung solusi dua negara di mana Israel dan Palestina hidup berdampingan dalam damai.