IHRAM.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj pada kesempatan Refleksi Tahun 2020 mengatakan pembangunan ekonomi hingga saat ini belum dijalankan untuk memajukan kesejahteraan umum dan menciptakan kemakmuran sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia.
"Watak pembangunan ekonomi masih eksklusif dan cenderung tidak ada moderasi dalam bidang ekonomi," kata Said kepada wartawan di Jakarta, Selasa (29/12).
Ia mengatakan sektor ekonomi dalam skala nasional masih hanya bisa dinikmati oleh beberapa orang dalam jumlah yang sangat sedikit.
Said mengutip data survei Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) tahun 2019 yang menunjukkan satu persen orang di Indonesia menguasai 50 persen aset nasional. Terdapat konglomerat di Indonesia yang menguasai 5,5 juta hektar tanah.
"Bahkan, merujuk data yang dirilis Oxfam, kekayaan empat orang terkaya di Indonesia setara dengan harta 100 juta orang miskin," kata dia.
Merujuk berita resmi statistik Juli 2020, kata dia, tingkat gini ratio Indonesia berada pada angka 0,381 yang meningkat dibanding September 2019 (0,380). Angka gini ratio tersebut meningkat yang artinya jurang kesenjangan sosial semakin tinggi.
"PBNU melihat bahwa ketimpangan yang terjadi disebabkan tiga hal," kata dia.
Said mengatakan sebab pertama adalah budaya korupsi yang diwariskan pemerintahan Orde Baru. Kedua, pembangunan ekonomi masih berorientasi pertumbuhan bukan pemerataan. Ketiga, adanya "political capture" dengan orang kaya mampu mempengaruhi kebijakan sehingga menguntungkan kalangannya.
Atas hal tersebut, Said mengatakan PBNU mendorong agar akses keadilan terus ditingkatkan, terlebih akses keadilan ekonomi bagi mereka yang tidak memiliki kekuatan. Negara melalui peran konstitusionalnya harus selalu hadir mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.