Kamis 14 Jan 2021 14:20 WIB

Jamaah Haji tak Pernah Disubsidi Pemerintah

Jamaah Haji tak Pernah Disubsidi Pemerintah melalui APBN

Mantan Ketua Umum HIMPUH H. Baluki Ahmad berjabat tangan dengan Ketua Maktab VVIP seusai penandatanganan kontrak akomodasi di Arafah dan Mina untuk 10.519 jamaah haji khusus anggota HIMPUH
Foto: muhammad subarkah/muharom ahmad
Mantan Ketua Umum HIMPUH H. Baluki Ahmad berjabat tangan dengan Ketua Maktab VVIP seusai penandatanganan kontrak akomodasi di Arafah dan Mina untuk 10.519 jamaah haji khusus anggota HIMPUH

IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Harian Forum Silaturahmi Asosiasi Penyelenggara Umrah dan Haji, Baluki Ahmad, menegaskan bahwa jamaah haji dari dahulu sampai sekarang tidak pernah mendapat subsidi dari pemerintah. Seluruh uang yang dipakai dalam bentuk Biaya Penyelenggara Jamaah Haji (BPIH) adalau uang jamaah haji itu sendiri yang selama ini terkumpul dalam dana haji.

''Tak pernah jamaah haji menerima subsidi secara langsung dari pemerintah. Yang selama ini di dapat subsidi atau uang dari APBN terkait soal penyelenggaraan haji adalah dana untuk petugas haji dan kesehatan haji. Jadi pemerintah dan BPKH harus jelaskan apa yang dimaksud subsidi haji itu,'' kata Baluki, di Jakarta, Kamis (14/1).

Menurut Baluki bila benar dana haji yang  konon sudah mencapai lebih dari Rp 130 triliun dikelola dengan benar, maka seharusnya ke depan ongkos naik haji yang dibayarkan jamaah dari ke tahun ke tahun justru turun, dan bukan malah naik. Sebab, selama ini selisih harga dalam penentuan ongkos naik haji ditutup dengan dana optimalasisi dana haji yang selama ini telah terkumpul dari para jamaah yang antre untuk naik haji di mana banyak yang telah mencapai 30 tahun itu.

''Tiap tahun saya dengar hasil optimalisasi dana haji yang mencapai Rp 130 trilun itu besarnya sampai Rp 8 trilunan. Dana sebesar ini saya dengar malah lebih untuk menutup biaya penyelenggaraan ibadah haji. Cuma masalahnya sekarang, benarkah pokok dana haji itu mencapai Rp 130 triliun seperti dalam catatan. Jangan-jangan uangnya sudah jauh berkurang sehingga optimalisasi dana haji tak bila lagi menutupi beban biaya jamah haji secara langung,'' tegasnya.

Pada soal dana haji, lanjut Baluki, masyarakat yang dalam antrean pergi haji sampai kini tidak tahu secara pasti berapa besar dana haji yang masih ada. Selain itu, kalau ada itu disimpan dan digunakan untuk apa serta di mana.

''Ini yang bagi publik tetap tidak terlalu jelas. Kalau dipakai untuk membiaya proyek lain, berapa dana yang digunakan serta berapa besaran dana haji yang diterima sebagai bagi hasilnya. Ini yang tidak jelas, sebab pada sisi lain kami juga mendengar kabar dan haji juga dipakai hal lain sehingga catatannya saja yang ada sedangkan uang chas-nya berkurang. Kami jelas bertanya,'' ujarnya lagi.

Melihat semua persoalan dan tantangan penyelenggaraan haji, maka semua pemangku kepentingan hendaknya saat saat ini harus bermusyawarah. Apalagi tantangan ke depannya sangat berat, sebab ada kabar bahwa Arab Saudi nantinya akan mengurus soal haji sebagai hubungan 'binis dengan bisnis', bukan hubungan antarpemerintah. Saat ini waktunya pun tepat sehubungan ada penangguhan layanan ibadah haji karena ada pandemi Covid-19.

''Jadi kalau tidak segera duduk bersama akan ada bahaya besar. Soal kepengurusan haji ke depan biaya akan semakin mahal padahal jamaah sudah sangat lama dan banyak sekali membayarkan uang ketika mendaftar haji. Kami berhadap agar soal pengurusan dana haji ini ke depan tidak malah berubah skema seperti arisan berantai yang memakai skema ponji. Sebab bagaimanapun ke depan seharusnya biaya ongkos naik haji yang dibayarkan jamaah harus terus turun, bukan malah semakin mahal,'' kata Baluki menadaskan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini

Apakah internet dan teknologi digital membantu Kamu dalam menjalankan bisnis UMKM?

  • Ya, Sangat Membantu.
  • Ya, Cukup Membantu
  • Tidak
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
كَانَ النَّاسُ اُمَّةً وَّاحِدَةً ۗ فَبَعَثَ اللّٰهُ النَّبِيّٖنَ مُبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ ۖ وَاَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيْمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ فِيْهِ اِلَّا الَّذِيْنَ اُوْتُوْهُ مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَتْهُمُ الْبَيِّنٰتُ بَغْيًا ۢ بَيْنَهُمْ ۚ فَهَدَى اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِمَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ مِنَ الْحَقِّ بِاِذْنِهٖ ۗ وَاللّٰهُ يَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ
Manusia itu (dahulunya) satu umat. Lalu Allah mengutus para nabi (untuk) menyampaikan kabar gembira dan peringatan. Dan diturunkan-Nya bersama mereka Kitab yang mengandung kebenaran, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Dan yang berselisih hanyalah orang-orang yang telah diberi (Kitab), setelah bukti-bukti yang nyata sampai kepada mereka, karena kedengkian di antara mereka sendiri. Maka dengan kehendak-Nya, Allah memberi petunjuk kepada mereka yang beriman tentang kebenaran yang mereka perselisihkan. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.

(QS. Al-Baqarah ayat 213)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement