Selasa 08 Jun 2021 15:10 WIB

Ragam Cara Pemerintah Atasi Antrean Jamaah Haji

Pemerintah berupaya untuk menyelesaikan persoalan panjangnya antrean jamaah haji

Rep: Andrian Saputra/ Red: Esthi Maharani
Jamaah Muslim berdoa di sekitar Ka
Foto: AP/Amr Nabil
Jamaah Muslim berdoa di sekitar Ka

IHRAM.CO.ID, JAKARTA --- Tertundanya pemberangkatan ibadah haji untuk yang kedua kalinya selama masa pandemi Covid-19 telah berdampak pada antrean tunggu jamaah haji yang semakin panjang. Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama, Khoirizi mengatakan pemerintah terus berupaya untuk menyelesaikan persoalan panjangnya antrean jamaah haji.

Ia mengatakan pemerintah terus melakukan langkah-langkah melalui perbaikan regulasi Semisal melalui proses pendaftaran jamaah haji, pembatasan usia jamaah haji, hingga melarang dana talangan setoran awal.  

Disamping itu jelas Khoirizi pemerintah  akan terus melobi pemerintah kerajaan Arab Saudi untuk meminta tambahan kuota haji yang diikuti dengan perbaikan dan peningkatan sarana layanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina agar bisa menampung jamaah lebih banyak lagi. Sementara Khoirizi memastikan bagi jamaah yang haji 2020 dan 2021 yang tertunda keberangkatannya akan berangkat pada 2022 dan 2023.

"Bagi jamaah yang terpaksa tertunda untuk tahun 2020, 2021 maka pemerintah sudah memiliki sistem yang baku melalui siskohat dengan mengedepankan asas keadilan, yang daftar duluan berangkat duluan, yang daftar belakangan berangkat belakang. Jadi yang mestinya berangkat tahun 2020 akan berangkat tahun 2022, yang mestinya berangkat tahun 2021 berangkat tahun 2023 dan seterusnya," katanya.

Sementara berkaitan kerjasama dengan negara lain yang memiliki kuota haji lebih dan tidak terpakai agar bisa dimanfaatkan oleh jamaah haji Indonesia, menurut Khoirizi kemungkinan itu selalu terbuka. Meski begitu menurutnya pembagian  kuota haji ke negara-negara pengirim jamaah haji didasari oleh keputusan konferensi OKI tahun 1987 dengan asumsi setiap 1000 penduduk muslim negara mendapat 1 kuota haji. Sehingga menurutnya hal itu pun  perlu proses yang panjang tidak saja antar pemerintah (G to G) namun juga dengan kerajaan Arab Saudi dan juga negara-negara OKI.

"Tentu kita terus melakukan kajian dan memperbaiki regulasi yang ada dengan menerima masukan dari semua pihak dan memang sampai saat ini sistem yang ada masih sangat sesuai dengan tidak meninggalkan asas keadilan sebagai amar undang undang nomor 8 tahun 2019," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement