IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sedang mempersiapkan teknis sertifikasi halal melalui jalur non-Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yakni pernyataan pelaku usaha atau self declare. Plt. Kepala BPJPH, Mastuki mengatakan proses ini terbatas pada kategori produk dan pelaku usaha tertentu.
"BPJPH masih menyiapkan teknisnya, pengaturannya melalui Peraturan Menteri Agama (PMA)," katanya pada Republika, Selasa (22/6).
Secara umum, Mastuki mengatakan syarat self declare untuk Usaha Mikro Kecil (UMK) adalah UMK harus memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB), terdaftar di Online Single Submission (OSS) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Selanjutnya, UMK akan mendapat pendampingan dari organisasi masyarakat, lembaga, atau perguruan tinggi yang bekerja sama dengan BPJPH.
Selain itu, syarat UMK yang bisa melakukan pernyataan adalah yang usaha produktif dengan omzet sampai dengan Rp 15 miliar. Kategori produknya tidak berisiko atau menggunakan bahan yang dipastikan kehalalannya. Proses produknya juga dapat dipastikan kehalalannya dengan sederhana.
Standar lainnya adalah akad atau ikrar tertulis bahwa produknya telah memenuhi kehalalan. Selama proses, pelaku usaha didampingi oleh tim pendamping yang nanti akan mengeluarkan validasi dan verifikasi (verval).
"Berdasarkan verval dari pendamping itulah, dokumen disampaikan ke BPJPH untuk dilakukan pemeriksaan, jika sudah terpenuhi, langsung disampaikan ke MUI untuk penetapan kehalalan produk melalui sidang fatwa di komisi fatwa MUI," katanya.
Mastuki mengatakan jangka waktu sejak UMK mengajukan dokumen ke BPJPH hingga keluar sertifikat halal kurang lebih berjalan 5-7 hari kerja. Hingga saat ini, proses teknis masih digarap, termasuk terkait tim pendamping yang akan bekerja sama dengan BPJPH. Mastuki mengatakan belum ada pihak yang bekerja sama karena PMA tentang pendampingan sedang proses dan akan dikomunikasikan dalam waktu dekat.
Direktur Pelayanan Audit Halal LPPOM MUI, Muslich menyampaikan tim pendamping akan menggantikan peran auditor halal yang selama ini ada di LPH. Maka dari itu, tim pendamping harus dibekali oleh pengetahuan dan pengalaman yang mumpuni.
Tim pendamping direkrut atau berasal dari Perguruan Tinggi, instansi atau lembaga, dan organisasi masyarakat keagamaan Islam. Hasil verifikasi dan validasi dari tim akan dibawa ke Komisi Fatwa MUI untuk kemudian ditetapkan ketetapan halalnya.
"Maka dari itu penting bagi tim pendamping untuk bisa memenuhi dan memahami semua persyaratan, standar-standar, cara-cara ketetapan halal Komisi Fatwa MUI," katanya. Agar pernyataan pelaku usaha yang disampaikan ke MUI bisa terjamin pemenuhannya.