Kamis 24 Jun 2021 06:03 WIB

Dikhianati: Kisah Tragis Penerjemah AS di Afghanistan

Warga lokal yang menjadi penerjemah tentara AS di Afganistan hidup dalam ketakutan

Keempat dari kiri, barisan belakang, Zabiullah Zyah, yang bekerja sebagai penerjemah untuk militer AS di Afghanistan selama kurang dari dua tahun antara 2010 dan 2012, berfoto bersama tim Penembak Jitu Marinir AS dan Pasukan Keamanan Nasional Afghanistan di sebuah pos pemeriksaan dekat kota Marjah, provinsi Helmand.
Foto:

Namun, mereka yang akan tertinggal setelah AS menarik diri kini hanya memiliki sedikit kepercayaan pada "janji" ini dan tahu bahwa mereka juga dapat terbunuh. Untuk alasan ini, pada tahun 2006, pemerintah AS memperkenalkan Visa Imigran Khusus (SIV) untuk memungkinkan warga Afghanistan dan Irak yang telah bekerja sebagai juru bahasa untuk menetap di AS. Keputusan itu kemudian diperluas untuk mencakup semua orang yang memberikan layanan apa pun kepada militer AS di Afghanistan dan Irak.

Negara-negara NATO lainnya pun telah memperkenalkan skema serupa. Misalnya, pemerintah Inggris baru-baru ini mengumumkan bahwa mereka berencana untuk mempercepat visa untuk staf lokal, termasuk penerjemah, yang bekerja untuk kedutaan atau militer Inggris di Afghanistan di bawah Kebijakan Relokasi dan Bantuan Afghanistan (ARAP).

Tetapi skema SIV Amerika sejauh ini adalah yang terbesar dari program-program semacam itu. Pada Juni 2020, 18.471 pelamar Afghanistan telah menerima visa AS melalui skema SIV dan telah beremigrasi ke AS, bersama dengan lebih dari 45.000 anggota keluarga dekat mereka. Tidak ada data resmi tentang berapa banyak aplikasi untuk SIV yang ditolak. Sebanyak 18.864 pelamar SIV masih diproses.

Washington Pushes to Expedite Visas for Afghan Interpreters

Keterangan foto: Dengan bantuan seorang penerjemah, seorang dokter tentara Afghanistan berbicara dengan seorang anggota tentara AS pada tanggal 5 April 2014, dekat Pul-e Alam, Afghanistan [File: Scott Olson/Getty Images}

Sebuah laporan yang diterbitkan pada bulan April tahun ini oleh proyek Cost of War di Brown University telah menunjukkan bahwa sistem pemrosesan SIV sangat tidak efisien. Rata-rata setiap aplikasi membutuhkan waktu hampir dua tahun untuk diproses.

Banyak pelamar melalui proses yang sulit ini, hanya untuk mendapati diri mereka tidak memenuhi syarat karena alasan sepele seperti kurang dari dua tahun layanan yang diperlukan untuk dianggap memenuhi syarat untuk menerima SIV, gagal dalam tes poligraf atau digolongkan "tidak memenuhi syarat keamanan" karena alasan yang tidak dapat dijelaskan.

Sementara mereka yang bekerja di USAID atau di kedutaan AS berada dalam posisi yang lebih baik untuk mendapatkan visa dengan cepat. Ini karena juru bahasa diminta untuk mendapatkan surat rekomendasi dari seorang pejabat senior militer AS. Selanjutnya, selama “larangan masuknya imigran Muslim” di bawah Presiden AS Donald Trump, proses SIV melambat, menyebabkan hambatan.

Akibatnya beberapa peminta SIV beberapa pun telah terbunuh oleh Taliban sambil menunggu untuk mendapatkan visa mereka. Lainnya jatuh beberapa hari dari dua tahun "layanan setia" yang diperlukan untuk memenuhi kriteria kelayakan untuk visa. Mereka yang masih menunggu aplikasi visa mereka untuk diproses sekarang. Mereka ketakutan dengan waktu yang hampir habis karena AS bersiap untuk menarik diri sepenuhnya dari Afghanistan pada bulan September.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement