IHRAM.CO.ID, AGH Abdurrahman Ambo Dalle mendapatkan izin dari gurunya untuk memimpin cabang lembaga pendidikan baru. Institusi ini akan dibuka di Mangkoso. Setelah melalui berbagai persiapan, pada 21 Desember 1938 sekolah yang direncanakan pun terwujud. Sejak itu, sang gurutta memboyong serta keluarga dan beberapa santrinya ke Mangkoso.
(Baca: AGH Abdurrahman Ambo Dalle, Mahaguru dari Tanah Bugis Bagian Pertama)
Kedatangannya mendapat sambutan hangat dari masyarakat dan jajaran pemerintahan daerah setempat. Bahkan, residen menyediakan beberapa fasilitas yang dibutuhkannya, seperti rumah. Tempat tinggal itu tidak hanya untuk Gurutta Ambo Dalle dan keluarganya, tetapi juga beberapa santri yang datang dari luar Mangkoso. Area hunian tersebut memang cukup luas untuk didirikan lebih dari satu bangunan.
Setelah berlangsung tiga pekan, Gurutta Ambo Dalle kemudian membuka madrasah dengan tingkatan tahdiriyah, ibtidaiyah, i'dadiyah, dan tsanawiyah. Fasilitas pendidikan yang diperlukan serta biaya hidup mereka beserta guru-gurunya ditanggung oleh penguasa setempat. Seiring waktu, bentuk lembaga ini tak ubahnya pondok-pondok pesantren di Tanah Jawa.
Dalam mengelola pesantren atau madrasah tersebut, Anregurutta Haji Ambo Dalle dibantu belasan orang santri senior. Mereka adalah M Amberi Said, Harun Rasyid Sengkang, Abd Rasyid Lapasu, Abd Rasyid Ajakkang, Burhanuddin, dan M Makki Barru. Di kemudian hari, para santri tersebut menjadi tokoh pemuka agama dan menyandang gelar gurutta. Berkat dukungan dan simpati dari pemerintah dan masyarakat Mangkoso, pertumbuhan dan perkembangan madrasah ini sangat pesat. Terbukti, makin banyak permintaan dari luar daerah datang kepada AGH Ambo Dalle untuk membuka cabangcabang MAI Mangkoso.