IHRAM.CO.ID, LONDON – Para peneliti yang menganalisis TikTok untuk konten ekstremis telah menemukan video yang menggambarkan Muslim sebagai pendukung terorisme. Klip tersebut memperlihatkan penembakan massal di belakang masjid Christchurch.
Institute for Strategic Dialogue (ISD), sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di London, Inggris melacak ekstremisme secara daring. Pada Selasa (24/8), mereka merilis sebuah laporan yang menemukan TikTok beroperasi sebagai arena baru untuk ideologi kebencian yang mendukung kekerasan.
Selama tiga bulan, ISD menganalisis sampel 1.030 video yang setara dengan sekitar delapan jam konten. Dari analisis tersebut, mereka menemukan 312 klip mempromosikan supremasi kulit putih. Lebih dari 240 video menunjukkan dukungan untuk organisasi atau individu yang terkait dengan ekstremisme atau terorisme.
Studi yang ditulis oleh penyelidik ISD Ciarán O'Connor menemukan kreator TikTok menggunakan bahasa kode serta efek video, tata letak, dan musik platform untuk mempromosikan kebencian. Ini juga menyoroti taktik yang mereka gunakan, seperti membatasi komentar di video mereka untuk menghindari dilaporkan ke TikTok.
ISD mengatakan TikTok memiliki masalah moderasi konten dan kesenjangan penegakannya mengkhawatirkan.
“Platform ini memungkinkan kebencian yang menargetkan Muslim, Yahudi, Asia, orang kulit hitam, pengungsi, wanita, dan anggota komunitas LGBTQ+, termasuk konten yang merayakan kematian orang-orang dalam komunitas ini,” tulis laporan tersebut, dilansir Religion News, Selasa (31/8).
Dalam sebuah pernyataan yang diberikan kepada ISD, TikTok mengatakan telah menggunakan penelitian ISD untuk menghapus akun tambahan.
“TikTok dengan tegas melarang ekstremisme kekerasan dan perilaku kebencian. Tim kami akan menghapus konten seperti itu karena melanggar kebijakan kami,” ujar TikTok dalam laporan ISD.
Namun, menurut ISD, dukungan untuk supremasi kulit putih dalam konten di TikTok memiliki banyak bentuk. ISD menggarisbawahi konten yang mempromosikan teori konspirasi penggantian hebat sayap kanan dan genosida kulit putih yang menegaskan orang kulit putih sedang diganti secara sistematis.
“Pesan yang dimaksudkan dalam video tersebut menyatakan masa lalu lebih disukai daripada hari ini karena ada lebih sedikit keragaman di AS dan Eropa, budaya lebih homogen, dan agama yang lebih berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari masyarakat,” ujar mereka.
Di antara video tersebut adalah klip yang menampilkan cuplikan video game kamp konsentrasi Auschwitz digunakan untuk mengejek korban dan menyangkal Holocaust. Video itu sudah dilihat sebanyak 1,8 juta kali.
Selain itu, para peneliti menemukan 81 video untuk mempromosikan kebencian anti-Muslim. Dalam sampel video ISD, kebencian anti-Muslim terwujud dalam konten yang terkait dengan Perang Yugoslavia dan pembunuhan Muslim Bosnia.
“Ini termasuk konten tentang genosida 1995 di Srebenica, penolakan peristiwa ini dan pemuliaan mereka yang bertanggung jawab. Rekaman juga mengklaim adanya islamifikasi sistematis Eropa,” ucap mereka.
Laporan tersebut menemukan 30 video menampilkan dukungan untuk Brenton Tarrant yang membunuh 51 orang di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru. Lebih dari 10 video tersebut diproduksi oleh Tarrant sendiri. Beberapa klip menampilkan cuplikan video game yang dirancang untuk menciptakan kembali serangan itu.
ISD mengaku TikTok telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah ini, seperti merilis laporan transparansi yang merinci upayanya untuk menghapus konten yang melanggar pedoman komunitas. Namun, ISD menyebut TikTok sangat terbatas dalam pemberian data kepada peneliti atau publik sehingga TikTok perlu lebih terbuka dalam menunjukkan cara kerja algoritmenya.