Selasa 05 Oct 2021 17:44 WIB

KH Muslih Al-Maraqi, Ulama Berjiwa Patriot (II)

KH Muslih al-Maraqi termasuk ulama dengan jiwa rela berkorban.

Rep: Muhyiddin/ Red: Agung Sasongko
Santri tempo dulu tengah mengaji.
Foto:

Dalam mengasuh Pondok Pesantren Futuhiyyah, Kiai Muslih al-Maraqi mengambil inspirasi dari Pesantren Tremas. Sebab, dalam pandangannya lembaga yang beralamat di Pacitan, Jawa Timur, itu dipandangnya berdiri dengan pengelolaan yang baik sekali. Awalnya, Kiai Mushlih mendirikan Madrasah Ibtidaiyyah pada 1936. Kemudian secara perlahan, ia juga membangun Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, dan bahkan Fakultas Syariah UNNU.

Setelah zaman revolusi kemerdekaan, Kiai Mushlih tambah leluasa mengembangkan Pesantren Futuhiyyah. Selama menjadi pengasuh di sana, dirinya tercatat sebagai manajer pendidikan yang brilian. Ini terbukti dari keahliannya dalam mengelola lembaga dengan model Trisula, yaitu mengembangkan pendidikan formal dan tradisional sekaligus pengajian tarekat.

Meskipun tergolong sebagai ulama yang progre sif, tapi Kiai Muslih tetap memiliki komitmen tinggi untuk mempertahankan tradisi. Ini terbukti di tengah hiruk-piruk dan rutinitas proses pembelajaran di pendidikan formal, ia tetap mengajarkan kitab-kitab kuning. Tambahan pula, dirinya aktif mengembangkan Tarekat Qadariyyah wa Naqsabandiyah di pesantrennya.

Semangatnya dalam belajar pun tak pernah padam. Misalnya, saat dirinya berkesempatan naik haji. Selama di Tanah Suci, Kiai Muslih menyempat kan diri untuk belajar kepada Syekh Yasin al- Fadani. Selain itu, sebagai salah satu bentuk komitmen Kiai Mushlih dalam mempertahankan tradisi, setiap santri yang lulus Madrasah Aliyah diharuskan sudah hafal kitab Alfiyah. Itulah sebabnya, Pesantren Futuhiyyah juga terkenal sebagai Pesantren Alat dengan menitikberatkan penguasaan ilmu nahwu dan sharaf. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement