Jumat 26 Nov 2021 21:07 WIB

Polisi Amankan Puluhan Demonstran dari Kantor KLHK

Massa meminta pengembalian lahan adat yang kini dikuasai perusahaan.

Rep: Ali Mansur/ Red: Ilham Tirta
Demo tentang konflik agraria (ilustrasi).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Demo tentang konflik agraria (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polisi mengamankan 30 orang yang melakukan unjuk rasa di Halaman Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Jumat (26/11) sore. Massa yang tergabung Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL (Toba Pulp Lestari) ditangkap usai mencoba menerobos masuk dan memaksa bertemu menteri.

"Awalnya di luar pagar terus, kemudian mereka nerabas masuk sampai ke lobi. Sampai mendekati pukul 18.00 WIB kita imbau untuk kembali, tapi mereka malah teriak bilang 'yaudah kita nginep di sini aja gimana caranya bisa ketemu ibu menteri'," ujar Kapolsek Tanah Abang Kompol Haris Kurniawan saat dihubungi, Jumat (26/11).

Baca Juga

Menurut Haris, penangkapan para demonstran itu dilakukan untuk mencegah massa bersikap anarkis. Mereka yang ditangkap dibawa ke Polres Metro Jakarta Pusat untuk dilakukan pendataan. Mereka berunjuk rasa menuntut adanya pembebasan lahan yang saat ini dikuasai oleh PT Indorayon.

"Tuntutan mereka soal masalah pengembalian lahan yang sekarang dikuasai oleh (PT) Indorayon," katanya.

Kepala Satuan Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat Kompol Wisnu Wardhana memastikan, ke-30 orang akan dipulangkan pada malam ini juga. Namun, pihaknya juga meminta keterangan terkait apakah ada pelanggaran jam unjuk rasa atau pelanggaran lainnya.

"Malam ini nanti akan kita pulangkan. Nanti kita berikan layanan kemanusiaan dulu, kita kasih makan, habis itu kita pulangkan malam ini juga," ucap Wisnu.

Menanggapi penangkapan puluhan demonstran, dalam keterangan tertulisnya, Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL, pihaknya melakukan aksi damai untuk menyampaikan aspirasi sekaligus meminta bertemu dengan Menteri LHK, Siti Nurbaya. Adapun, pesertanya adalah masyarakat adat dan organisasi masyarakat sipil di nasional yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL.

"Aksi hari ini untuk menagih janji Presiden dan Menteri LHK yang pada Agustus lalu akan menyelesaikan konflik agraria struktural masyarakat adat dengan PT TPL," kata Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL dalam keterangan tertulis, Jumat (26/11).

Diklaimnya, perwakilan yang dibawa paksa oleh polisi adalah 21 orang Masyarakat Adat Tano Batak yang datang dari kawasan Danau Toba. Termasuk para Ibu dan orang-orang tua yang hadir dari perwakilan masyarakat adat. Mereka mengalami kekerasan dari aparat kepolisian.

"Tindakan aparat kepolisian tersebut merupakan gambaran pemerintah yang sangat represif dan anti kritik terhadap aspirasi keadilan yang disuarakan masyarakat," tulis aliansi tersebut.

Aliansi tersebut kemudian menuntut Presiden Joko Widodo, Kapolri Jenderal Lystio Sigit Prabowo, hingga Menteri Siti Nurbaya membebaskan 21 orang Masyarakat Adat Tano Batak yang ditahan paksa oleh kepolisian. Kemudian, memberikan pengakuan penuh dan perlindungan hak atas tanah Masyarakat Adat Tano Batak.

"Ketiga, cabut izin PT TPL yang telah merampas wilayah adat Tano Batak," tulis aliansi tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement