IHRAM.CO.ID, DUBAI -- Presiden Prancis Emmanuel Macron bertemu Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) pada Sabtu (4/12). Pertemuan ini dalam perjalan terakhir dalam tur wilayah Teluk selama dua hari.
Kekhawatiran atas program nuklir Iran, berbagai krisis di Lebanon, dan perang yang sedang berlangsung di Yaman diperkirakan akan dibahas secara pribadi oleh kedua belah pihak. Macron juga mengatakan akan mengangkat masalah Lebanon dengan putra mahkota Saudi. Terutama pentingnya berdiri di samping negara yang mengalami kebuntuan politik karena bergerak dari satu krisis ke krisis lainnya.
Ketika sampai di Arab Saudi, Macron bertemu dengan MBS di kota Laut Merah, Jeddah. Beberapa jam sebelum tiba di wilayah itu, Macron mengatakan sangat diperlukan untuk kawasan itu membuka kembali hubungan ekonomi dan membantu Lebanon pada saat dibutuhkan. Dia mengatakan dia mendiskusikan hal ini dengan emir yang berkuasa di Qatar dan akan melakukannya dengan putra mahkota di Arab Saudi.
Untuk membantu meredakan ketegangan menjelang perjalanan Macron ke Jeddah, seorang menteri Lebanon yang telah mengkritik perang yang dipimpin Saudi di Yaman dan yang komentarnya memicu pertengkaran Teluk terbaru mengundurkan diri dari pemerintah sehari sebelum kehadiran Macron. Dia mengatakan keputusan mengundurkan diri sebelum perjalanan itu diharapkan dapat membantu upaya presiden Prancis untuk memulihkan hubungan Saudi-Lebanon.
"Saya pikir pengunduran diri ini memungkinkan untuk meluncurkan kembali kemungkinan diskusi, terutama dengan Arab Saudi," kata Macron di Qatar.
"Tujuan pertama harus agar pemerintah Lebanon dapat berfungsi secara normal, yaitu, bertemu, bekerja, dan bergerak maju dalam reformasi yang sangat diperlukan," ujarnya.
Lebanon diperkirakan akan kembali tampil dalam pembicaraan Macron dengan MBS. Negara yang sudah menderita krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya, menghadapi tekanan ekonomi dan diplomatik tambahan dari negara-negara Teluk Arab, terutama Arab Saudi karena frustrasi atas dominasi kelompok Hizbullah yang didukung Iran atas politik Lebanon.
Saat berada di Qatar pada Sabtu pagi, Macron memuji peran negara kecil Teluk itu dalam membantu upaya evakuasi warga Eropa keluar dari Afghanistan menyusul pengambilalihan negara itu oleh Taliban selama musim panas. Macron mengatakan Prancis dan negara-negara Uni Eropa lainnya sedang berpikir untuk memiliki perwakilan yang sama dengan beberapa negara Eropa di Afghanistan. Dia menekankan ini tidak akan menandakan pengakuan politik atau dialog politik dengan Taliban.
Sepanjang pertemuannya di Teluk, pembicaraan Macron juga berfokus pada pembicaraan yang dihidupkan kembali mengenai kesepakatan nuklir Iran dengan kekuatan dunia, dengan Prancis menjadi salah satu pihak. Prancis, Jerman, dan Inggris telah mengisyaratkan perjanjian nuklir 2015 adalah jalan ke depan dengan Iran.
Uni Emirat Arab (UEA) dan Arab Saudi telah menentang kesepakatan yang dinegosiasikan dengan Iran. Meskipun keduanya telah mengadakan pembicaraan dengan Teheran untuk mendinginkan ketegangan.
Selama kunjungan Macron ke UEA pada Jumat (3/12), Prancis mengumumkan UEA membeli 80 pesawat tempur Rafale yang ditingkatkan dalam kesepakatan senilai 16 miliar euro dan merupakan kontrak senjata Prancis terbesar untuk ekspor. Kesepakatan itu menghadapi kritik oleh kelompok-kelompok hak asasi manusia yang khawatir tentang keterlibatan UEA dalam perang di Yaman.