IHRAM.CO.ID, DOHA --- Emir atau penguasa Qatar, Syekh Tamim bin Hamad Al Thani menyebut tuduhan anti Semitisme telah digunakan secara salah selama ini. Tuduhan itu seakan hanya digunakan untuk menghentikan kritik terhadap pendudukan Israel kepada Palestina selama ini.
Dia mengkritik Israel atas perlakuannya terhadap Palestina selama 70 tahun terakhir dan mendesak dunia untuk melawan militerisasi global yang berkembang yang menemukan puncaknya dalam perang Rusia yang sedang berlangsung di Ukraina.
Syekh Tamim menyebut tuduhan anti-Semitisme selama ini menghalangi kemampuan untuk mengkritik Israel karena menduduki tanah warga Palestina. Komentar Sheikh Tamim datang ketika Bahrain dan Uni Emirat Arab pada tahun 2020 mengatur hubungan diplomatik dengan Israel.
“Perlu dicatat di sini bahwa tuduhan anti-Semitisme sekarang digunakan secara salah terhadap semua orang yang mengkritik kebijakan Israel. Dan ini menimpa perjuangan melawan rasisme dan anti-Semitisme yang sebenarnya,” kata Syekh Tamim dalam forum Doha dilansir dari The New Arab, Sabtu (26/3/2022).
"Sambil menekankan solidaritas, saya ingin dalam konteks ini untuk mengingatkan jutaan orang Palestina yang telah menderita dari pendudukan Israel dan pengabaian internasional selama lebih dari tujuh dekade. Demikian pula, ada banyak orang lain, seperti orang-orang Suriah dan orang-orang Afghanistan, yang gagal diberikan keadilan oleh masyarakat internasional," tambahnya.
Kementerian Luar Negeri Israel tidak segera menanggapi permintaan komentar. Saat itu hari Sabtu, hari istirahat Yahudi, ketika kantor-kantor pemerintah tutup.
Namun, Israel dan Qatar telah membahas pengurangan ketegangan di Jalur Gaza yang dikuasai Hamas. Qatar, yang diduga mendukung kelompok-kelompok Islam di seluruh wilayah, telah turun tangan untuk memberikan bantuan kemanusiaan, termasuk dana bantuan yang dikirim ke Gaza dengan izin Israel.
Dugaan dukungan Qatar terhadap kelompok Islamis membuatnya menjadi target boikot selama bertahun-tahun oleh empat negara, yakni Bahrain, Mesir, Arab Saudi, dan UEA selama masa jabatan Presiden Donald Trump. Boikot itu berakhir tepat sebelum Presiden Joe Biden menjabat pada 2021.