Kamis 21 Jul 2022 20:54 WIB

Bulog Kembangkan Beras Premium Varietas Lokal

Langkah Bulog untuk mengembalikan nama varietas asli Indonesia yang mulai redup.

Petani mengangkut padi sailun salimbai yang dipanen di Desa Pudak, Muarojambi, Jambi, Jumat (19/2/2021). Padi yang berasal dari Desa Kunangan, salah satu desa tua di Kabupaten Muarojambi tersebut sejak 2019 lalu telah terdaftar di Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVTPP) sebagai padi unggul varietas lokal dengan ciri produktivitas tinggi, beraroma pandan, pulen, dan mampu beradaptasi di lahan rawa dangkal hingga dalam. Bulog Kembangkan Beras Premium Varietas Lokal
Foto: ANTARA/Wahdi Septiawan
Petani mengangkut padi sailun salimbai yang dipanen di Desa Pudak, Muarojambi, Jambi, Jumat (19/2/2021). Padi yang berasal dari Desa Kunangan, salah satu desa tua di Kabupaten Muarojambi tersebut sejak 2019 lalu telah terdaftar di Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVTPP) sebagai padi unggul varietas lokal dengan ciri produktivitas tinggi, beraroma pandan, pulen, dan mampu beradaptasi di lahan rawa dangkal hingga dalam. Bulog Kembangkan Beras Premium Varietas Lokal

IHRAM.CO.ID, KENDAL -- Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik atau Perum Bulog mengembangkan produk beras premium dari varietas padi lokal dengan tetap memperkuat produk komersial beras.

Direktur Utama Bulog Budi Waseso mengatakan program ini dilakukan untuk mengembalikan nama varietas asli Indonesia yang mulai redup oleh aneka bibit padi baru, seperti IR yang bisa panen tiga kali dalam setahun.

Baca Juga

"Kami tidak semata-mata untuk cari keuntungan, tetapi juga tidak cari kerugian, penting untuk mengembalikan produksi asli varietas Indonesia," ujarnya saat mengunjungi pabrik pengolahan gabah beras modern di Kendal, Jawa Tengah, Kamis (21/7/2022).

Budi mengungkapkan rata-rata usia tanam varietas padi Indonesia sekitar enam sampai tujuh bulan. Hal ini membuat biaya produksi lebih tinggi yang menjadikan beras lokal cenderung lebih mahal.

Ia mencontohkan produk beras Solok dengan merek dagang Anak Daro produksi Bulog Sumatra Barat diminati konsumen yang didominasi masyarakat Minang. Beras ini diproduksi tidak banyak dan hanya bisa ditanam di daerah Solok, Sumatra Barat dengan harga gabah lebih dari Rp 6.000 per kilogram.

Beras merek Anak Daro laku dengan harga Rp 14 ribu sampai Rp 16 ribu per kilogram. "Ini beras varietas lokal yang dikemas khusus dengan harga khusus. Orang Sumatra Barat makan beras Anak Daro justru meningkatkan status sosial," kata Budi.

Dalam upaya mengembangkan produk beras premium varietas lokal, Bulog melibatkan para petani binaan di sejumlah daerah sentra beras sekaligus menginventarisasi beragam padi varietas lokal dari Aceh sampai Papua. Budi menyampaikan kini memiliki 10 unit infrastruktur pengolahan beras modern atau modern rice milling plant (MRMP) yang tersebar di Kendal dan Sragen di Jawa Tengah; Bojonegoro, Magetan, Jember, dan Banyuwangi di Jawa Timur; Subang dan Karawang di Jawa Barat; Bandar Lampung di Lampung; Sumbawa di Nusa Tenggara Barat.

Sementara itu, tiga tambahan MRMP yang akan dibangun selanjutnya terletak di Dompu, Nusa Tenggara Barat, dan dua unit lainnya di Sulawesi Selatan yang akan memasuki studi kelayakan. Pembangunan infrastruktur MRMP bertujuan membantu petani dan menyederhanakan alur proses pengolahan beras.

Pengolahan beras terpusat dalam fasilitas pengolahan gabah hasil panen berbasis teknologi modern. Pengolahan tersebut terdiri dari mesin pengering, unit penggilingan padi sebagai mesin konversi gabah menjadi beras dengan dilengkapi teknologi penyortir warna. MRMP berfungsi menurunkan susut pascapanen, meningkatkan kuantitas serapan gabah, dan meningkatkan hasil panen gabah yang berdampak terhadap hasil akhir produk beras premium Bulog.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement