IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Dikutip dari buku Marketing Muhammad yang ditulis Thorik Gunara dan Utus Hardiono Sudibyo, Nabi Muhammad SAW memperhatikan pelayanan saat melakukan transaksi bisnis. Ini tercermin ketika Abdullah bin Abdul Hamzah melakukan transaksi perdagangan dengan Nabi SAW.
Abdullah bin Abdul Hamzah berkata, "Aku telah membeli sesuatu dari Muhammad sebelum beliau menerima tugas kenabian dan karena masih ada suatu urusan dengannya maka aku menjanjikan untuk mengantarkan kepadanya tetapi aku lupa. Ketika teringat tiga hari kemudian, aku pun pergi ke tempat tersebut dan menemukan Muhammad masih berada di sana." Lalu Nabi SAW berkata, "Engkau telah membuatku resah, aku berada di sini selama tiga hari menunggumu."
Nabi Muhammad SAW sangat menghargai pelanggannya seperti menghargai diri beliau sendiri. Bahkan ia mendahulukan kepentingan pelanggan di atas kepentingan dirinya sendiri. Ini menjadi cara paling efektif dalam mempertahankan konsumen.
Dengan cara tersebut, terjadi hubungan yang sangat baik antara pengusaha dan konsumen. Namun ternyata, Nabi SAW tidak hanya menganggap pelayanan sebagai sesuatu yang penting pada saat melakukan penjualan, tetapi juga saat membeli.
Nabi SAW bersabda, "Allah mengasihi orang yang bermurah hati ketika menjual, ketika membeli, dan ketika menagih." (HR Bukhari dari jalur Jabir bin Abdullah RA)
"Paradigma pembeli adalah raja sering dijadikan alasan yang digunakan oleh pembeli untuk berlaku seenaknya dan tidak jarang memandang rendah pada pihak yang menjual. Dalam Marketing Nabi Muhammad, service tidak hanya ditekankan pada saat menjual, tetapi juga pada saat membeli," demikian penjelasan Thorik dan Utus dalam bukunya.
Artinya, ketika seorang pembeli bermurah hati, maka akan dihargai oleh penjual. Sikap ini tidak hanya pada saat bertransaksi, tetapi juga setelah transaksi. Dengan sikap murah hati dari konsumen, penjual tidak akan ragu untuk memberinya nilai tambah. Sikap empati tidak hanya dimiliki penjual, pebisnis, maupun pengusaha, tetapi juga oleh pembeli.