Selasa 27 Dec 2022 21:05 WIB

Mengenal Konsep Lembaga Keuangan Islam di Tanah Air

Perkembangan lembaga keuangan Islam di Tanah Air mendapat pijakan pada 1983.

ilustrasi:layanan bank - Petugas melayani transaksi nasabah di kantor layanan Bank Mandiri Syariah, Jakarta, beberapa waktu lalu. Meski kondisi pasar modal masih fluktuatif, beberapa perusahaan tetap berkomitmen melakukan penawaran saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) tahun depan. Salah satunya, Bank Syariah Mandiri (BSM).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
ilustrasi:layanan bank - Petugas melayani transaksi nasabah di kantor layanan Bank Mandiri Syariah, Jakarta, beberapa waktu lalu. Meski kondisi pasar modal masih fluktuatif, beberapa perusahaan tetap berkomitmen melakukan penawaran saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) tahun depan. Salah satunya, Bank Syariah Mandiri (BSM).

IHRAM.CO.ID,Di Indonesia, konsep lembaga keuangan Islam seperti Baitul Maal di masa kejayaan Islam, kini mulai diterapkan. Berkembangnya lembaga keuangan Islam di Tanah Air, banyak dipengaruhi oleh perkembangan bank-bank syariah di negara-negara Islam.

Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut adalah Karnaen A Perwataatmadja, M Dawam Raharjo, AM Saefuddin, M Amin Azis, dan kawan-kawan. Beberapa uji coba dalam skala yang relatif terbatas telah diwujudkan. Di antaranya adalah Baitut Tamwil (BT) Teknosa di Bandung dan BT Ridho Gusti di Jakarta. Namun sayangnya, kedua lembaga BT tersebut tidak dapat bertahan lama sebelum sempat berkembang.

Baca Juga

Perkembangan lembaga keuangan Islam di Tanah Air mendapat pijakan setelah adanya regulasi sektor perbankan tahun 1983. Karena sejak saat itu, sektor perbankan nasional diberi keleluasaan, penentuan tingkat suku bunga, termasuk nol persen (atau peniadaan bunga sekaligus).

Namun, prakarsa lebih khusus untuk mendirikan lembaga keuangan Islam dalam skala yang lebih besar di Indonesia baru dilakukan pada 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Agustus 1990 menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam di Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Jakarta pada bulan dan tahun yang sama. Berdasarkan amanat MUNAS IV MUI, dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia.

Bank syariah yang pertama didirikan pada 1992 adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). Walaupun perkembangannya agak terlambat bila dibandingkan dengan negara-negara Muslim yang lain, perbankan syariah di Indonesia terus perkembang. Bila tahun 1992-1998 hanya ada satu unit bank syariah di Indonesia, pada 1999 jumlahnya menjadi tiga unit. Pada tahun 2000, bank syariah maupun bank konvensional yang membuka unit usaha syariah (UUS) telah meningkat menjadi enam unit. Sedangkan, jumlah BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah) sudah mencapai ratusan unit. Kini, jumlahnya mencapai 30 unit bank syariah dengan lebih dari 700 kantor cabang serta ribuan BPR Syariah dan Baitul Maal wa Tamwil (BMT).

Penggabungan dua konsepBerkembangnya bank syariah dan BPRS, juga mendorong tumbuhnya lagi lembaga keuangan Islam dalam skala yang relatif terbatas seperti awal periode 1980-an. Namun, berbeda dengan Baitul Maal di masa kejayaan Islam dulu, lembaga keuangan Islam dalam skala terbatas yang berkembang di Indonesia memadukan dua konsep, yakni Baitul Maal dan Baitut Tamwil (BMT).

Baitul Maal merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya menerima dan menyalurkan dana umat Islam yang bersifat nonkomersial. Sumber dananya berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, sumbangan, dan lain-lain. Adapun penyalurannya dialokasikan kepada mereka yang berhak menerima (mustahik), yaitu fakir, miskin, mualaf, orang yang berjuang di jalan Allah, ghorimin (berhutang), ibnu sabil, hamba sahaya, dan amil.

Sedangkan, Baitut Tamwil adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya menghimpun dana pihak ketiga (deposan) dan memberikan pembiayaan-pembiayaan kepada usaha-usaha yang produktif dan menguntungkan. Sumber dana Baitut Tamwil berasal dari simpanan (tabungan), deposito, saham, dan lain-lain. Alokasi dananya kepada pembiayaan-pembiayaan dan investasi.

Dengan menggabungkan dua konsep ini, sebagian keuntungan Baitut Tamwil, baik dari lembaga maupun anggota yang sudah nisab, mengalir ke kas Baitul Maal. Sedangkan, kelebihan dana di Baitul Maal dapat disimpan di Baitut Tamwil. Hal ini jelas akan memperbesar aset Baitut Tamwil sekaligus memperkuat likuiditasnya.

sumber : republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement