Kamis 03 Oct 2013 22:26 WIB

Jamaah Haji RI Diminta Tinggalkan Muzdalifah Lebih Awal

Jamaah haji di Muzdalifah
Foto: Republika
Jamaah haji di Muzdalifah

REPUBLIKA.CO.ID,  JEDDAH -- Mu'asasah (asosiasi penyelenggara haji) tingkat Asia Tenggara meminta agar jamaah calon haji (calhaj) Indonesia mempercepat pergerakan dari Muzdalifah ke Mina. Jika permintaan dipenuhi, maka jamaah tidak mabit (menginap) di Muzdalifah hingga tengah malam.

“Kami bertemu dengan mu'asasah Asia Tenggara pada Rabu malam,” kata Wakil Ketua Panitia Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) Indonesia di Arab Saudi, Muchlis Hanafi, Kamis (3/10) sore waktu Arab Saudi (WAS), sebagaimana dilaporkan wartawan Republika Yeyen Rostiyani dari Jeddah.

PPIH kini sedang mempersiapkan layanan puncak haji, yaitu Armina (Arafah-Muzdalifah-Mina). Pergerakan calhaj itu mencakup dari pemondokan di Makkah ke Arafah, dari Arafah ke Muzdalifah, dari Muzdalifah ke Mina dan dari Mina kembali lagi Makkah.

Maktab sebagai penyelenggara di bawah koordinasi mu'asasah, menginginkan pergerakan dari Makkah ke Arafah mulai Zhuhur. Namun, Indonesia meminta pergerakan itu dimulai sejak pagi hari.

 

“Sebagai konsekuensinya, maktab meminta kita diberangkatkan lebih awal juga ketika kita berada di Muzdalifah menuju Mina. Mereka meminta bus siap pukul 22.30 WAS,” kata Muchlis.

Jika jamaah berangkat lebih awal, maka dikhawatirkan hal ini berbenturan dengan keyakinan jamaah Indonesia yang umumnya menganut Mazhab Syafi'i. Mazhab Syafi'i menyebutkan bahwa mabit (menginap) di Muzdalifah hukumnya wajib. Maka jamaah Indonesia memilih untuk tetap menanti di Muzdalifah hingga tengah malam.

 

Berbeda dengan pendapat mazhab Imam Hanafi yang menyebutkan bahwa mabit ini tidak wajib. “Sebetulnya, dalam Mazhab Imam Syafii ada dua pendapat juga. Pendapat pertama mewajibkan mabit di Muzdalifah. Pendapat kedua menilai mabit ini sunnah sehingga tidak harus menunggu hingga tengah malam,” kata Muchlis.

Menurut Muchlis, secara resmi buku panduan manasik haji yang dikeluarkan Kementerian Agama memang masih berpegang pada pendapat pertama, yang mewajibkan mabit. “Maka saya kira memang perlu kita beri pandangan alternatif soal fikih ini,” kata Muchlis.

 

Tujuan mu'asasah mempercepat mabit adalah untuk mengantisipasi kemacetan dan suhu panas selama perjalanan dari Muzdalifah ke Mina. Jika berangkat lebih awal, maka jamaah calhaj Indonesia diharapkan tidak akan terjebak kemacetan.

“Biasanya, kalau kita berangkat lebih lambat maka jalan akan sesak dengan para pejalan kaki sehingga perjalanan akan molor,” kata Muchlis. “Padahal sebelum Subuh, jamaah sudah harus masuk Mina.”

 

Hal ini, kata dia, merupakan permintaan mu'asasah, sehingga menjadi tantangan bagi PPIH dan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU). Dalam ilmu fikih, kata Muchlis, tidak ada pendapat tunggal. ”Jadi mungkin perlu kita pertimbangkan kembali beberapa pendapat lain,” kata dia.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement