REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Kehadiran joki hajar aswad dirasakan meresahkan jamaah haji saat menjalankan prosesi tawaf. Apalagi sang joki yang menawarkan jasa bantuan mencium hajar aswad itu meminta imbalan uang dengan cara memaksa.
Syahnan, petugas Sektor Khusus jamaah haji Indonesia yang bertugas di Masjidil Haram, mengatakan, para joki itu memiliki jam operasi tertentu saat melakukan aksinya. Dari hasil pengamatannya, aksi para joki terbagi dalam tiga waktu.
Pertama, mereka beroperasi mulai pukul 08.00 hingga menjelang Dzuhur pukul 11.00. Mereka istirahat hingga menjelang Ashar. Setelah Ashar mereka beroperasi lagi.
Ketiga, seusai shalat Isya hingga sekitar pukul 23.00. Mereka bekerja dalam tim-tim kecil. Sasarannya kebanyakan orang tua yang tak paham aturan tentang mencium hajar aswad.
Menurut Kepala Daker Makkah Arsyad Hidayat, bagi daerah tertentu, mencium hajar aswad seolah bagian dari kesempurnaan prosesi haji. Prinsip ini, kata Arsyad, jangan sampai menjadi keyakinan jamaah, kalau tidak mencium hajinya tidak sah. "Bukan kewajiban yang diharuskan atau membuat ibadah tak sah," katanya.
Dengan kondisi jamaah yang padat, yang pada puncak haji bisa mencapai dua juta jamaah, bagaimana jika aturan mencium batu hitam di ujung bangunan Kabah itu diwajibkan?
Tentu akan menimbulkan kekacauan, jamaah bakal berebut, jika setiap jamaah wajib mencium hajar aswad. Mungkin inilah hikmah tak ada kewajiban mencium hajar aswad. Dengan alasan ini pula, jamaah tak perlu lagi menggunakan jasa joki yang meminta imbalan hingga 500-1.000 riyal.
"Kalau tidak bisa mencium dari dekat, kan bisa mencium dari jarak jauh. Dan itu dicontohkan para ulama," kata Arsyad.
Untuk menghindari jam-jam padat, jamaah juga mesti memilih waktu-waktu Masjidil Haram agak lengang. Yakni pukul 22.00 ke atas dan siang hari setelah Dzuhur sebelum Ashar.