REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Saat meninjau pasar hewan Ka'kiyah, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Anggito Abimanyu sempat berdialog dengan tiga jamaah Indonesia yang akan membayar dam (denda) dalam bentuk kambing. Tiga jamaah itu ditemani seorang pengantar bernama Fathul Huda.
Fathul menjelaskan, satu kambing dia hargai 350 riyal. Daging dam itu, kata Fathul yang sudah tujuh tahun tinggal di Saudi, didistribusikan kepada kaum dhuafa. Namun saat diminta Anggito menunjukkan di mana kambingnya, Fathul tak menjawab dengan jelas.
Demikian pula saat ditanyakan daging dam itu di kemanakan. "Tapi tidak saya jual lagi, pak. Saya bagi ke fakir miskin," kata Fathul kepada Anggito.
Tak lama setelah itu, Fathul ditahan polisi intel Saudi. Menurut Anggito yang dikutip dari Kepala Humas Bank Pembangunan Islam (IDB) Khaled Nazar yang menyertai Anggito ke pasar Ka'kiyah, harga kambing 350 riyal terlalu murah.
Harga pasaran mestinya 400-500 riyal. Apalagi, calo dam itu tak bisa menunjukan mana hewan yang dibeli jamaah Indonesia. "Banyak daging dam yang dijual lagi," kata Anggito.
Jamaah yang membeli lewat calo di pasar Ka'kiyah itu hanya percaya hewannya ada dan benar-benar didistribusikan kepada fakir miskin. "Mestinya kan kambing yang dipesan jamaah itu di-pilox, dikasih tanda, tapi di sana kan tidak ada itu," katanya.
Anggito menambahkan, potensi pembayaran dam jamaah mencapai Rp 250 miliar. Jumlah ini sangat besar tapi tak pernah diperhatikan malah dimanfaatkan oleh para calo.