Sabtu 13 Sep 2014 14:40 WIB

Persiapan Berhaji

Jamaah haji melaksanakan thawaf di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.
Foto: Antara/Prasetyo Utomo/ca
Jamaah haji melaksanakan thawaf di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi.

Diasuh oleh: Ustaz HM Rizal Fadillah

Assalamualaikum wr.wb.

Ustaz, apa yang harus dilakukan seorang Muslim sebelum menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci? Persiapan apa saja yang harus diperhatikan seorang yang akan berangkat ke Tanah Suci?

Hamba Allah-Jakarta

Waalaikumussalam wr.wb.

Seseorang yang akan menunaikan ibadah haji sudah semestinya mengawali sesuatunya dengan meluruskan niatnya. Ia harus meyakini bahwa apa yang akan dikerjakannya itu merupakan suatu ibadah dalam rangka menjalankan perintah Allah.

Dengan demikian, hajinya itu dilaksanakan hanya sematamata karena Allah sebagaimana firman-Nya dalam QS al-Baqarah 196, “Wa atimmuul hajja wal ‘umrota lillah” (dan sempurnakan ibadah haji dan umrah itu karena Allah).”

Meski demikian, boleh saja seseorang yang akan menunaikan ibadah haji punya keinginan agar diberi oleh Allah kesehatan, kepangkatan, kekayaan, atau kebutuhan duniawi lainnya, akan tetapi harapan atau target tersebut bukan yang utama melainkan komplementer.

Yang elementer adalah langkah berhaji hanya semata karena panggilkan Allah “labbaika allahumma ‘umrotan” (Ya Allah kami dengan panggilan-Mu untuk berumrah) atau “labbaika allahumma hajjan” (Ya Allah kami dengar panggilan-Mu untuk berhaji). Baik umrah maupun haji kedua-duanya adalah datang ke Baitullah, mengunjungi Rumah-Nya, menjadi tamu Allah.

Untuk berhasilnya ibadah haji agar mencapai derajat mabrur bagi mereka yang akan berangkat ke Tanah Suci maka perlu persiapan yang seksama.

Jika merujuk pada ayat yang berhubungan dengan haji, yakni QS al-Baqarah ayat 197 maka persiapan itu, pertama, siap untuk memiliki sikap mental yang disiplin “falaa rafatsa walaa fusuuqo walaa jidaala fil hajji” .

Ayat ini bermakna, “Maka jangan berkata kotor dan jangan berbuat fasik serta jangan mengumbar emosi dalam berhaji”. Sebelum berangkat sudah disiapkan mental disiplin dalam menjaga segala larangan Allah selama menunaikan ibadah haji. Tekad untuk selalu menjaga pikiran, perkataan, dan perbuatan dari hal-hal yang menghinakan diri dan menyakiti orang lain.

Kedua, memperbanyak amal baik, karena Allah akan membalas dengan berlipat ganda kebaikan “wamaa taf’aluu min khoirin ya’lamhullah” (dan apa-apa dari amal baik yang dikerjakan niscaya Allah mengetahuinya).

Sebelum berangkat ke Tanah Suci maka sepantasnya calon jamaah memperbanyak amal saleh, apakah bersedekah, membantu orang susah, menyantuni anak yatim, membayarkan utang, meningkatkan khidmah pada orang tua, menyumbang masjid, atau amal lainnya.

Kebiasaan beramal saleh yang intensitasnya semakin meningkat sebelum berangkat haji yang kemudian berlanjut saat melaksanakan ibadah tersebut, insya Allah akan menjadi perhatian besar Allah. Amal ibadah ini juga akan menjadi penyebab dari berbagai kebaikan haji yang akan diberikan oleh Allah SWT sehingga jamaah bisa menunaikan haji dengan khusyuk.

Ketiga, menyiapkan bekal “fatazawwaduu” (maka berbekalah). Bekal materi sudahlah pasti. Agar tenang menjalankan ibadah, sewajarnya jamaah menyiapkan bekal baik untuk yang ditinggalkan maupun untuk biaya perjalanan. Meski biaya haji sudah dibayarkan dan living cost akan didapatkan, bekal tambahan perlu di siapkan untuk dibawa.

Meskipun demikian, perlu diperhatikan bahwa sesungguhnya jamaah berangkat ke Tanah Suci bukan untuk belanja berlebihan, melainkan untuk memaksimalkan ibadah. Karenanya, Allah mengingingatkan bahwa sebaik-baik bekal adalah takwa “fainna khoiroz zaadit taqwaa” (maka sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa).

Keempat, persiapan ilmu manasik. Rasulullah SAW bersabda “khudzuu ‘anni manaasikakum” (ambil dari aku manasikmu) maknanya adalah bahwa dalam berhaji harus memakai rujukan dalam tata cara melaksanakannya.

Rujukan itu adalah ilmu manasik yang diajarkan Rasulullah SAW. Oleh karena itu, calon jamaah harus memiliki ilmu tentang tata cara beribadah haji agar ia mengerjakan ibadah hajinya tidak asal-asalan atau ikut-ikutan.

Memang benar banyak calon jamaah yang berangkat bersama kelompok bimbingannya masing-masing yang berharap akan mendapat tuntunan dari para pembimbingnya. Akan tetapi, hal itu tentunya tidak menghilangkan keharusan para calon jamaah untuk menguasai ilmu tentang manasik haji secara mandiri karena pada gilirannya pertanggungjawaban ibadah kepada Allah itu adalah sendiri-sendiri.

Di samping itu, persiapan fisik dan kesehatan juga perlu diperhatikan karena pada hakikatnya ibadah haji adalah jalan sehat untuk mendekat. Mendekat ke Baitullah, mendekat ke curahan ampunan dan kasih sayang Allah. Hamba mendekat dengan berjalan, Allah mendekat kepada hamba dengan berlari. Subhanallah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement