Senin 22 Sep 2014 06:35 WIB

Inilah Celah Untuk Lakukan Praktik Jual Beli Kuota Haji

Rep: c78/ Red: Taufik Rachman
Jamaah haji Indonesia bersiap menuju Tanah Suci Makkah.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi/ca
Jamaah haji Indonesia bersiap menuju Tanah Suci Makkah.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Di tengah sistem pendaftaran dan pelunasan haji reguler yang dikabarkan menganut sistem transparansi dan berkeadilan, masih ada saja celah untuk melakukan praktik jual beli kuota haji.

Akibatnya, sejumlah jamaah dapat lolos berangkat haji dengan disadari atau tidak, melalui jalur yang salah. Celah tersebut, di antaranya adalah memalsukan dokumen pendaftaran haji untuk posisi Pendamping lansia oleh petugas haji Kemenag di daerah.

"Analisis saya begitu, karena syarat pendamping lansia adalah telah mendaftar paling lambat 31 Juli 2013. Kalau berangkat sesuai antrian, pasti bisa 10 tahun lagi," ujar Kasubdit Pendaftaran Haji Kemenag Nur Arifin kepada Republika melalui pesan BBM pada Senin pagi (22/9).

Ia khawatir peluang pendamping itulah yang dimanfaatkan oknum daerah untuk membuka "jasa" pemalsuan dokumen lalu menjual kuota tersebut.  Syarat jatah untuk pendamping lansia, kata dia, disyaratkan calon jamaah haji (calhaj) memiliki hubungan keluarga dengan dibuktikan kartu keluarga (KK). Mencari bukti KK atau KTP palsu untuk mendaftar haji tidak terlalu sulit.

Modus lainnya, yang rentan dilakukan adalah bentuk penipuan murni di mana banyak visa non kuota dari Arab Saudi yg dijual dengan harga berkisar Rp 80 juta. Visa haji tersebut, kata mantan petugas Inspektorat Jenderal Kemenag ini, tidak diinformasikan ke Kemenag. Akibatnya, munculah jamaah-jamaah non kuota di tanah suci yang pada akhirnya terlantar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement