REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Inspektur Jenderal Kementerian Agama (Kemenag) M. Jasin mengimbau agar masyarakat segera melapor, jika di lapangan melihat, mendengar, menyaksikan praktik jual beli kuota haji. Terlebih jika praktik kecurangan itu dialami sendiri, selain berkewajiban untuk menolak, juga harus segera dilaporkan untuk ditindaklanjuti.
"Jangan berhenti dengan menolak, karena takut kualat, misalnya, segera lapor ke Itjen," kata Jasin pada Senin pagi (22/9)
Ia juga meminta masyarakat agar jangan percaya terhadap orang-orang yang mengaku bisa memberangkatkan haji lewat sejumlah uang. Selain akan merugi dalam hal materi, kerugian terbesar adalah rusaknya kesucian ibadah haji karena melaksanakannya lewat praktik curang.
Penolakan juga harus ditindaklanjuti dengan melapor ke dumas online Itjen dengan alamatitjen.kemenag.go.id"itjen.kemenag.go.id. "Insya Allah ditindaklanjuti segera," katanya.
Penolakan terhadap tawaran membeli kuota lewat jalur yang salah merupakan cara cerdas agar terhindar dari kerugian akibat penipuan. Dikatakannya, kecil kemungkinan terjadi pemberangkatan calhaj sampai ke tanah suci dari hasil praktik pemalsuan dokumen pendaftaran haji reguler oleh oknum KBIH. "Seperti kasus di Surabaya, akhirnya nggak berangkat," ujar dia.
Dalam pemberitaan sebelumnya, sejumlah jamaah haji terlantar di Tanah Suci, dan setelah ditelisik, ternyata mereka merupakan golongan jamaah haji nonkuota. Kemenag pun akhirnya meminta pihak Arab Saudi memperketat pemberian visa yang dimanfaatkan jamaah haji tersebut.
"Perlu ada pengetatan pengeluaran visa tidak hanya dari Indonesia tapi juga dari negara lain, karena ada modus mereka berangkat dari negara lain," kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, dalam pesan singkat kepada wartawan pada Ahad (21/9).
Menag memahami pemberian visa menjadi kewenangan penuh pemerintah Arab Saudi. Namun dia berharap pemerintah Arab Saudi melakukan pengetatan pemberian visa secara lebih selektif.
Ia juga berharap pihak pemerintah Arab Saudi menginformasikan pemberian visa jamaah haji non kuota kepada pemerintah Indonesia, apakah itu tamu undangan, tamu raja, atau tamu pemerintah Arab Saudi. "Sayakhawatir ada oknum yang memanfaatkan untuk kepentingan pribadi," katanya.
Sejumlah jamaah haji nonkuota dikabarkan terlantar setelah berangkat hajk dengan membayar sampai Rp 80 juta. Mereka tinggal di pemondokan yang memprihatinkan tanpa jaminan akomodasi dan kesehatan. Tim PPIH Arab Saudi Daerah Kerja Makkah telah memantau langsung ke lokasi pemondokan. Namun Kemenag tak bisa berbuat banyak meskipun mengaku tak akan melakukan pembiaran terhadap jamaah Indonesia yang terlantar.