REPUBLIKA.CO.ID, NEGARA -- Sekolah di kampung muslim Kabupaten Jembrana, Bali, Rabu, libur karena mengikuti tradisi mengantar jamaah haji, atau yang oleh warga lokal dikenal dengan istilah "ninjau haji".
Pantauan di desa-desa dengan jumlah penduduk muslim cukup besar seperti Pengambengan, Cupel, Tegalbadeng Barat dan Timur, sekolah yang berada di bawah Kementerian Agama sudah mengumumkan libur sejak Selasa (23/9), guna memberikan kesempatan kepada guru dan muridnya untuk mengikuti tradisi "ninjau haji".
Sementara sekolah-sekolah di bawah Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan, meskipun tidak ada pengumuman libur dan guru-gurunya sempat masuk ke sekolah, namun mereka kembali pulang karena mayoritas muridnya minta izin untuk "ninjau haji".
"Tadi saya sempat masuk, karena tidak ada muridnya guru-guru pulang lagi. Suasana seperti ini terjadi setiap tradisi "ninjau haji"," kata Suroso, salah seorang guru SD di Desa Cupel, Kecamatan Negara.
Menurut dia, percuma melarang murid untuk tidak masuk sekolah guna mengikuti tradisi tersebut, karena akan memunculkan protes dari orang tua mereka.
Ia yang sudah puluhan tahun menjadi guru mengatakan, pernah terjadi "ninjau haji" bersamaan dengan ulangan umum, namun murid-murid tetap mengikutinya usai mengerjakan soal.
"Selama ulangan umum, orang tua mereka sudah menunggu di luar sekolah. Begitu selesai, langsung diajak "ninjau haji" dengan beberapa murid tidak berganti seragam lagi," ujarnya.
Ustad Sya'rani Yasin, pengasuk Pondok Pesantren Darussalam, Pengambengan mengatakan, tradisi ini sudah muncul sejak keberangkatan jamaah haji masih menggunakan perahu.
"Dulu "ninjau haji" terpusat di Tanjung Tangis, yang merupakan dermaga keberangkatan perahu ke tanah suci. Saat itu berangkat haji paling cepat enam bulan baru pulang, bahkan kalau jamaah bersangkutan menuntut ilmu di sana, bisa sampai satu tahun baru kembali. Biasanya, keluarga beserta warga mengantarnya dengan tangisan, karena bisa saja mereka tidak kembali karena kecelakaan di laut," katanya.
Seiring peradaban modern dengan keberangkatan menggunakan pesawat terbang, menurut dia, tradisi ini tetap bertahan dengan mengikuti perkembangan zaman.
"Biasanya usai pelepasan di Kantor Kementerian Agama, masyarakat langsung menuju ke tempat-tempat wisata untuk rekreasi dengan keluarga," ujarnya.
Ia mengakui, dari ribuan masyarakat muslim yang menikmati tradisi "ninjau haji" ini, tidak seluruhnya mengantar keberangkatan jamaah dari Kementerian Agama.
Menurut dia, sebagian besar justru langsung menuju ke berbagai lokasi wisata, baik di Jembrana, Buleleng hingga Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
"Intinya sebenarnya sama, yaitu mereka ikut gembira karena jamaah akan berangkat ke tanah suci untuk melaksanakan ibadah haji. Menurut saya, itu wajar saja," kata salah seorang ustad sepuh di Desa Pengambengan ini.
Bagi orang tua, saat "ninjau haji" mereka harus melepas sejenak kesibukan sehari-hari, untuk mengantar anak-anaknya mengikuti tradisi tersebut.
"Saya libur kerja dulu, untuk nuruti anak ikut "ninjau haji". Kalau punya anak memang harus seperti ini," kata Haedori, salah seorang warga Desa Cupel.
Saat pelepasan jamaah haji di Kantor Kementerian Agama, yang dihadiri Wakil Bupati Jembrana, I Made Kembang Hartawan, sebanyak 49 orang jamaah haji asal daerah tersebut berangkat tahun ini.